Lihat ke Halaman Asli

Dion Ginanto

Seorang Guru, Peneliti, Penulis, dan Pengamat Pendidikan

PPPK 2021, Kado Terindah Peringatan Hari Guru

Diperbarui: 25 November 2020   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa bulan terakhir, saya sangat aktif menulis opini di media masa tentang guru honorer. Tentu, sangat beralasan di tengah tuntuan kinerja yang sama dengan sesama guru PNS, tuntutan nafkah untuk keluarga pun sama. Namun guru honorer belum mendapatkan hak yang sama dengan kolega yang berstatus aparatur sipil negera.

Beberapa survey yang saya buat, ditambah dengan interaksi langsung dengan teman-teman honorer terungkap bahwa masih banyak mereka yang bergaji jauh di bawah upah minimum regional (UMR). Bahkan hingga saat ini, guru SD masih ada yang bergaji Rp. 300.000/bulan. Tidak selesai samapi di situ, gaji kecil tersebut biasanya baru akan diterima setelah tiga bulan. Jadi mereka tidak rutin menerima gaji di setiap awal bulan, melainkan setiap tiga bulan sekali. Gaji yang kecil ini terkadang sering dipotong untuk uang sosial sekolah, sumbangan, dan uang-uang iuran yang berbeda di setiap sekolah.

Hal ini lantas yang membuat guru honorer harus memutar otak untuk mencari tambahan penghasilan di luar mengajar; seperti berjualan, kerja serabutan, menjadi buruh kasar, mengajar les, dll. Bagaimana mungkin kita bisa menuntut mereka untuk fokus bekerja dan memberikan layanan kepada siswa secara maksimal, jika hak yang mereka terima jauh njomplang dibanding sesama guru yang PNS dan bersertifikasi? Apakah mungkin mereka dapat mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan secara utuh, jika dunia pendidikan sendiri terkesan tak butuh?

Namun, pemerintah mulai mendengar teriakan guru honorer. Penderitaan guru honorer kelihatannya tak lama lagi akan berakhir. Jenjang gap gaji antara guru PNS dan honorer akan segera terkikis. Pemerintah yang digawangi oleh Kemendikbud, serta dikawal oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Guru Indonesia (IGI), serta praktisi dan pengamat pendidikan mulai memberikan solusi nyata berupa PPPK (Pegawai Penerintah dengan Perjanjian Kerja).

PPPK yang dimunculkan pada akhir 2018 hingga awal 2019, mendapat banyak penolakan dari elemen masyarakat. Karena, terkesan pemerintah pusat mendapat nama baik, namun yang ketiban sial pemerintah daerah. Bagaiaman tidak, pemerintah pusat membuat program, namun yang menanggung biaya rekrutmen termasuk gaji bulanan dibebankan pada pemerintah daerah. Pemerintah daerah berbondong-bondong menolak program PPPK. Karena, jangankan untuk membari tambahan gaji PPPK, untuk memikirkan pembangunan daerahnya saja kembang kempis.

Seiring jalannya waktu, berbagai penolakan terus mengalir. Tekanan dari berbagai pihak terus menyeruak. Tak terhitung jumlah demo, advokasi, dan mediasi antara guru honorer dengan pemerintah. Hingga akhirnya pada tanggal 23 November, melalui akun Youtube KEMENDIKBUD pukul 13.30 mengadakan pembahasan tentang rencana seleksi guru PPPK tahun 2021. Acara ini juga menghadirkan narasumber diantaranya: Wakil Presiden RI, KH. Ma'ruf Amin; Menteri Mendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim; Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati; Menteri Dalam Negeri, M. Tito Karnavian; Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia (PAN RB), Tjahjo Kumolo; dan Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana.

Pada sore harinya pula, saya mendapat kiriman PDF paparan Mendikbud di WhasApp, di mana paparan tersebut berlogo: Kementrian Sekreteraiat Negara RI Sekretariat Wakil Presiden, Kemendikbud, Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Badan Kepegawaian Negara. Hal ini mengindikasikan keseriuasan pemerintah untuk merekrut guru dengan jalur PPPK di tahun 2021.

PPPK konsep lama vs PPPK 2021

Pertanyaannya adalah, apakah konsep PPPK 2021 sama dengan konsep sebelumnya? Jika sebelumnya PPPK mendapatkan penolakan dari banyak pihak, namun kali ini nyaris tidak ada penolakan. Dalam paparannya, Pak Nadeim Makarim mepresentasikan perbedaan PPPK konsep lama dengan konsep baru. Berikut adalah perbedaanya:

  • Jika konsep lama formasi guru PPPK terbatas, PPPK 2021 memberikan akses yang lebih luas. Semua guru honorer dan lulusan PPG bisa mendaftar dan mengikuti seleksi, dan semua yang lulus seleksi akan menjadi guru PPPK hingga batas satu juta guru. Agar pemerintah bisa mencapai target satu juta guru, pemerintah pusat mengundang pemerintah daerah untuk mengajukan formasi lebih banyak sesuai kebutuhan.
  • Jika konsep sebelumnya pendafar hanya diberi kesempatan mengikuti seleksi satu kali, PPPK 2021 membolehkan peserta untuk mengulang ujian jika gagal. Setiap pendaftar diberi kesempatan mengikuti ujian seleksi sampai tiga kali. Jika gagal pada kesempatan pertama, dapat belajar dan mengulang ujian hingga dua kali lagi (di tahun yang sama atau berikutnya).
  • Jika konsep sebelumnya calon peserta seleksi tidak mendapat banyak informasi tentang pendaftaran, kali ini pemerintah membantu fasilitasi pendaftaran. Kemendikbud akan menyediakan materi pembelajaran secara daring untuk membantu pendaftar mempersiapkan diri sebelum ujian seleksi.
  • Jika sebelumnya biaya ujian dan gaji dibebankan kepada pemerintah daerah, PPPK 2021 ditanggung oleh pemerintah pusat baik proses seleksi maupun gaji. Pemerintah pusat memastikan tersedianya anggaran bagi gaji semua peserta yang lulus seleksi guru PPPK. Biaya penyelenggaraan ujian ditanggung oleh Kemendikbud.

(Seperti dikutip pada paparan kemendikbud, 2020).

Alhamdulillah... ini adalah kabar gembira setelah sebelumnya guru honorer mendapat tunjangan baik tunjangan prakerja maupun tunjangan BSU (Bantuan Subsidi Untuk) guru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline