Lihat ke Halaman Asli

AK Pometia

Perempuan Sederhana yang berpikir kompleks. Cinta Hasil Pikir dan Pelangi Kreativitas pada Guratan Pena.

Pekerja Informal Profesional, Mungkinkah?

Diperbarui: 5 November 2021   03:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Ojek pangkalan di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu (22/2/2020). (Foto: KOMPAS.com/ BONFILIO MAHENDRA WAHANAPUTRA LADJAR) 

Keluar parkiran Pusat Perbelanjaan Tanah Abang tertegun sejenak, tidak ada celah untuk langsung belok kanan menuju Kuningan. 

Nyali sudah disiapkan ketika hendak berbelanja di sini, nyali berburu bahan, baju dan jilbab untuk acara perpisahan sekolah anak-anak, juga nyali untuk berjibaku dengan kemacetan jalan seputaran Tanah Abang.

Pelan-pelan merayap, lampu sein kanan dinyalakan, siap-siap belok. Wuuuts, dengan sigap salah satu pekerja informal Indonesia yang mahfum dengan panggilan Pak Ogah, "mengawal" mobil.

Sedangkan Pak Ogah yang lain menghadang mobil dari arah berlawanan, menjadikan badannya sebagai tameng supaya kita bisa lewat. Alhamdulillah, lancar, lega rasanya sudah mengarah ke Kuningan. 

Para Pak Ogah ini tidak bekerja sendiri, mereka bekerja sebagai tim. Pembagian tugasnya matang, ada yang menghadang mobil, ada yang mengawal mobil dan ada yang bertugas sebagai "kasir". 

Profesionalitasnya terlihat jelas, resiko pekerjaan jangan ditanya, belum lagi persaingan antar Pak Ogah . Jadi, menyisihkan sedikit rizqi untuk mereka rasanya bukan masalah besar, justru harus dianggarkan ketika berbelanja disini.

Lalu, teringat tukang parkir di salah satu minimarket. Mulai dari masuk ke halaman parkir sampai dengan selesai berbelanja, servis tukang parkir tersebut di atas rata-rata. 

Mulai dari memastikan kita parkir dengan presisi, membukakan pintu mobil, sigap menawarkan bantuan untuk membawa belanjaan, dan siap sedia dengan payungmya ketika hujan. 

Tidak lupa senyum ramahnya yang ditutup dengan kalimat, "Hati-hati di jalan bu". Kalau sudah begini, tidak sayang rasanya untuk menghargai kerja mereka.

Zaman kuliah, ketika sering naik turun bis dan kereta, bakat dan keseriusan pengamen-pekerja informal sektor seni dalam menghibur penumpang, patut diacungi jempol. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline