Lihat ke Halaman Asli

Adrian Diarto

TERVERIFIKASI

orang kebanyakan

Kerokan dan Perspektif tentang Hukum yang Membebaskan

Diperbarui: 16 Februari 2020   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam laman dpr.go.id tentang tugas dan wewenang DPR, saya tidak menemukan kata: membangun kesadaran. Yang ada adalah 'memproduksi' undang-undang dengan segala ikutannya. Mulai dari menerima dan melakukan review atas rencana undang-undang sampai dengan melakukan pengawasan.

Kalau diikuti secara selintas, sepertinya para 'penghuni' institusi perwakilan rakyat adalah 'the superhumans in the superbody'. Pribadi-pribadi unggul dalam institusi yang hebat dan keren.

Benarkah demikian?

Jawaban skeptis atas pertanyaan di atas adalah 'tidak benar'. Merujuk ke mana? Secara cepat dalam definisi dan deskripsi alm. Gus Dur masih dapat dipakai sebagai rujukan: Taman Kanak-kanak.

Mengapa? Karena ketika negara-negara maju, katakan Finlandia, mulai mengurangi aturan dan membangun kesadaran berbangsa dan bernegara, kita malahan masih sibuk dengan memperbanyak aturan dalam bentuk dan wujud perundang-undangan.

Apakah kita berada dalam kualitas kebersamaan yang lebih baik dari, katakan, Finlandia?

Dari banyak artikel yang beredar, Finlandia sudah menjadi rujukan bagi banyak bangsa lain. Bahkan sepertinya Indonesia akan merujuk pada pola belajar negeri itu. Setelah berpuluh tahun tas anak-anak dipenuhi buku-buku produksi dan proyek entah siapa yang membebani pundak-pundak kecil anak-anak kita.

Banyak orangtua yang kemudian berkonsekuensi membelikan tas yang berkualitas bagus dan awet untuk membawa banyak buku pelajaran. Tetapi orang tua berada dalam ketidakberdayaan untuk melindungi pundak-pundak  kecil yang dibebani dan terbebani muatan yang memenuhsesaki setiap ruang dalam tas.

Hasilnya?

Sebuah studi memberikan rujukan bahwa pelaku korupsi yang ditangkap dan diproses hukum berusia semakin muda dengan latar belakang akademis yang (rata-rata) baik.

Artinya secara kecerdasan pemikiran mereka di atas rata-rata. Sementara kecerdasan sosial dan emosional tidak sepadan dengan kecerdasan pemikiran. Kalangan yang sering mengutip ayat-ayat suci bahkan masih menambah dengan kecerdasan relijius. Entah apa makna kecerdasan relijius itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline