Lihat ke Halaman Asli

Dewi Yuliyanti

Menulis sesegera mungkin apapun yang ada di benak

SOS: Orangtua Murid SD Kelas 1 di Era Zoom

Diperbarui: 15 September 2021   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Baik anak-anak, nanti halaman 100-105 kalian pelajari di rumah dan dikerjakan minta bantuan orang tua ya," ucap bu Guru di layar zoom anakku yang baru masuk kelas 1 SD. 

Ucapan itu bagi sebagian orang tua mungkin berarti sebuah kesempatan baik agar anak-anaknya mau belajar dibanding bermain gadget. Rata-rata yang merasakannya pasti orang tua yang anak-anaknya sudah bisa membaca. 

Sedangkan bagiku, kalimat itu seperti petir menyambar-nyambar. Kenapa sih harus pakai dikerjakan bersama orang tua lagi dan lagi. 

Seperti sebuah ujian bagi orang tua yang anak-anaknya belum bisa membaca lancar, menulis masih seperti ceker ayam. Mengerjakan bersama anak bagaikan pertemuan antara panas dan dingin. Antara harus marah tapi juga harus tenang dan sabar. Ibarat rem mobil, kaki harus siap menginjang kopling. 

Ya, anak saya masuk SD kelas 1 setelah setahun hilang masa di TK kelas besarnya. Masa ketika seharusnya anak-anak masih bisa bermain dan sedikit mengenal membaca dan menulis. 

Waktu itu saya berpikir ah, nggak apa-apa karena masih kelas 1 SD pasti masih bisa dikejar ketinggalan belum lancar baca tulis ini. Tetapi apa yang terjadi saudara? 

Begitu membuka buku paket Bupena kelas 1 SD, saya tidak menemukan soal atau bahan pelajaran dasar-dasar seperti jaman saya sekolah dulu. I-ni Bu-di. I-ni Wa-ti. 

Yang tersaji adalah bahan soal kajian, bacaan yang kalimatnya sudah panjang, di situ sudah tidak tampak lagi pelajaran untuk anak baru mbrojol dari TK! Ini mungkin yang sering digemborkan orang, sekarang udah lain jamannya. 

Maka tak ayal lagi, kelas tatap muka daring lewat zoom adalah kelas tambahan untuk orang tua juga. Dimana orang tua menjadi penyambung lidah dan tangan guru. Menerangkan, mendikte, memberitahu, bahkan mengerjakan. 

Bagaimana tidak, anak-anak sama sekali belum seluruhnya mampu membaca, minimal membaca masih dieja. Sementara bahan bacaannya sudah satu paragraf panjang-panjang dan bukan kalimat sederhana lagi. Melihat anak-anak yang sudah agak lancar, rasanya drop batin ini. 

Bagaimana caranya agar anak saya juga bisa seperti itu? Mau ikut les juga masih PPKM, belum berani juga tatap muka langsung. Les online juga sama saja dengan kelas sekolah biasa yang juga online, alias orang tua mendampingi dan ikutan les juga. Pusing pala barbie...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline