Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

Aku, Kereta Api, dan Putriku

Diperbarui: 1 Oktober 2022   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bali.tribunnews.com

Sore itu Stasiun Gambir begitu ramai.  Entah sudah berapa belas tahun aku yang kini sudah emak-emak ini tidak menginjakkan kaki di Gambir.  Padahal dulu ketika masih gadis, pantang melihat tanggalan merah di kalendar maka langsung kaki ini lincah travelling.  "Excuse me Sir, but could I take a leave on this date and this."  Kataku kepada atasanku seorang expat, sambil melingkari tanggalan mejaku.  No argue, dan seperti biasanya aku selalu diizinkannya.

Bersama beberapa teman, aku biasa menggunakan kereta api.  Cukup hanya bermodal tas ransel dan sandal jepit dan cuss..... berangkat entah ke Kota Jogya, Surabaya dan bahkan ketengan ke Bali!   Yup, separuh kereta dan separuh bis jadilah keseruan backpacker ala-ala kami.

"Ma, pesan karcisnya harus lewat aplikasi KAI.  Jadi, kita mesti download dulu dari Playstore.  Lalu pesan sekaligus pilih tempat duduk serta gerbongnya, kemudian bisa bayar di Alfa atau Indomaret.  Lalu cetak karcisnya di mesin-mesin itu ma. Terkecuali untuk yang mau berangkat hari ini barulah boleh di loket.   Itupun untuk minimal 3 jam sebelum keberangkatan."  Jelas putriku mengangetkanku yang tenggelam dalam kenangan masa gadisku. 

Uuppss...tersentak diriku. "Gokil, aku ke sini untuk membeli karcis kereta untuk kami, aku dan anak gadisku.  Mengantarnya untuk kuliah di Kota Malang.  Wow...cepatnya waktu berlalu." Batinku sambil tersenyum melihat gambaranku pada dirinya.

Maka jadilah kami memesan kereta lewat aplikasi, dan langsung di print di hari itu juga.  Siapa lagi yang melakukan kalau bukan putriku.  Keren banget sekarang serba digital!  Selanjutnya, sisa waktu kami habiskan untuk mengelilingi Stasiun Gambir.  Betapa semua sudah begitu sangat berubah.  Rapi, bersih dan mirip mall kecil kataku kepada anak gadisku.  Bla...bla...aku bercerita kepadanya tentang emaknya yang pecicilan ini di masa gadis.

Seminggu kemudian kira-kira pukul 17.00 WIB, kami berdua sudah kembali duduk manis di lantai 3 Stasiun Gambir.  Yup, kami menunggu Kereta Gajayana menuju Stasiun Kota Baru Malang pada pukul 18.40 WIB nanti.

Terus terang saja, aku terkaget-kaget.  Semua memang sudah sangat berubah, karena kereta yang dinanti tiba tepat waktu.  Bahkan sore itu kami pun berangkat tepat waktu.  Kondisi kereta begitu bersih dan rapi untuk kelas eksekutif dengan karcis seharga Rp. 650 ribu sekali jalan.

"Wow...ini sih keren kak, mirip di pesawat!  Wow...lihat kak, tempat duduk bisa diatur, ada selimut, ada kantong plastik untuk muntah sepertinya, dan lihat kak, ada colokan listrik juga!"  Kataku berisik rada norak sepertinya.  "Tenang ma, please calm down," sahutnya sambil tergeli-geli.

"Permisi, maskernya bu, dan ini untuk mbaknya." Tetiba pramugari kereta api menghampiri.  Heheh...sudah bisa ditebak, aku pun kembali ramai.  "Keren yah kak, kita dapat masker dan dikemas dalam plastik rapi seperti ini, dan ada tisu basahnya pula."

"Ok mama." Jawabnya singkat sambil tersenyum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline