Di jurang kesabaran. Di detik yang terus bergulir. Saat sang waktu berpacu tak menunggu. Aku mencoba bertahan, dan terus melangkah. Mencari pijar cahaya bahagia yang hilang. Asaku yang berlahan redup di tengah badai hidup.
Bahkan kepada hujan yang datang, meski rintiknya seperti airmata milikku. Gemuruh badai tak'an membuatku runtuh. Bertahan aku disisa kesabaran yang berlahan retak. Mengadu hanya dalam goresan pena, puisi.
Tak'kan mampu ku memperlambat waktu. Mencoba di sendiriku bersahabat dengan masa. Memeluk sepi di hambar senyum tawa yang fana. Di antara serapah, mencampakku bagai seonggok sampah.
Ku' seka butir airmata, tangis tanpa suara. Sesaat semilir angin mencoba menyapa, ramah. Berhembus teduh, berbisik lembut, "sabar, nantikan pelangi milikmu".
Jakarta, 14 Januari 2021