Lihat ke Halaman Asli

"Perempuan, Dua Tulang Dalam Lingkaran Korupsi"

Diperbarui: 10 Maret 2017   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Korupsi cendrung berulang, sehinggamembentuk lingkaran yang cendrug berputar makin cepat dan sulit untuk berhenti. Seluruh keluarga, istri, anak-anak, ayah, ibu, kakak, adik, bisa masuk dalam lingkaran korupsi.

Lingkaran korupsi akan terjadi dan berputar dengan cepat, bila ada niat korupsi, ada alasan dorongan keluarga dan mendapatkan dukungan keluarga.

Bila anggota keluarga menolak terlibat atau masuk dalam lingkaran korupsi, artinya tidak ada dorongan dan tidak ada dukungan keluarga, maka niscaya putaran lingkaran korupsi itu akan berhenti dan berubah menjadi lingkaran integrasi.

Lingkaran integrasi (PENOLAKAN KELUARGA) akan membatalkan niat dan menghapuskan tindak korupsi.

Bagaimana keluarga bisa dengan tegas menolak korupsi dan menciptakan keluarga dengan lingkaran integrasi ???

Dari semua pemahaman sederhana tersebut, ada satu konsep moral yang sama, yaitu pelanggaran terhadap kejujuran. Ini berarti, semua perilaku buruk yang bertentangan dengan kejujuran dapat dianggap sebagai tindakan korupsi. Berpeganglah pada pemahaman ini dalam menanamkan perilaku anti korupsi di lingkungan serta keluarga.

Pemahaman sederhana ini sejalan dengan hasil baseline study KPK “Membangun Budaya Anti Korupsi Dalam Keluarga”. Studi tersebut menjelaskan, bahwa sebagian besar orangtua sepakat bahwa nilai kejujuran dan religiusitas merupakan nilai utama yang dapat mencegah terjadinya korupsi.

Setiap dari kita bisa jadi punya pemahaman yang berbeda terhadap makna “korupsi”. Perbedaan ini bisa terjadi karena pengetahuan, pembelajaran atau pengalaman yang berbeda.

Namun demikian pemahaman yang paling banyak adalah mengambil yang bukan haknya, mencari rezeki dengan tidak halal, mencuri uang negara, mementingkan keuntungan pribadi dan sebagainya.

Tetapi studi KPK ini juga menemukan, bahwa meski orangtua menggap penting nilai kejujuran, mereka belum dapat menyambungkannya dengan tindakan atau perilaku buruk anak yang berpotensi menyebabkan korupsi.

Perilaku buruk yang dimaksud adalah kecurangan penggunaan uang saku, mencontek, dll, yang terjadi di masa kini dengan tindakan korupsi di masa depan. Tindakan atau perilaku buruk anak ini diangap hanya merupakan kenakalan anak saja, sehingga tidak merugikan orang lain. Padahal kejujuran yang biasanya juga dipahami sebagai integrasi, adalah nilai dasar anti korupsi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline