Lihat ke Halaman Asli

DW

Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Tempat Pulang Bernama Keluarga

Diperbarui: 25 Desember 2022   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga, banyak sekali artikel dan kisah mengenai kekuatan dan keajaiban keluarga. Dan kisah-kisah istimewa ini diangkat ke berbagai media, termasuk film layar lebar, novel, buku, artikel yang menginspirasi jutaan orang yang menyimaknya. Kekuatan kasih keluarga telah terbukti mengubah jiwa seseorang, melembutkan hati yang sekeras karang, membuka kembali nurani yang sempat tertutup dan menghangatkan relung hati yang dingin.

Keluarga, adalah tujuan ketika kita butuh tempat untuk pulang. Tempat pulang yang bisa berupa rumah, atau berupa dekapan dan rangkulan dari mereka yang tulus menyayangi kita. 

Keluarga, adalah bentuk organisasi kecil yang membentuk kita menjadi pribadi yang dewasa. Proses pembelajaran tanggung jawab, proses memimpin, dan proses dipimpin. Kita diajarkan untuk patuh dan menghormati mereka yang lebih tua dari kita, apapun profesi mereka, meskipun kita lebih hebat dari mereka, namun secara hirarki keluarga, mereka adalah orang yang lebih tua dari kita.

Tawa riang, tatapan hangat, dan perhatian sederhana ketika kita berkumpul bersama mereka telah memanusiakan kita.
Ada rasa hangat dalam diri yang menggetarkan diri, menarik kembali kita ke alam sadar kita bahwa kita adalah anak, abang, adik, suami/ istri, bagi mereka. Bahwa tujuan kita berjalan sejauh ini sesungguhnya adalah mereka.

Sering sekali bisingnya dunia dan kompetisi kehidupan telah menenggelamkan kita dalam aktivitas yang tidak ada ujungnya. Kita seolah bertanding memperebutkan sesuatu yang fana dan tidak berujung. Kita seolah mengejar hal yang kita sendiri tau itu semua akan menguap sejalan waktu. Tapi itulah realitanya. Kita ada di arena kehidupan yang konsumerisme.

Pertemuan keluarga menjadi sebuah oase kehidupan, pertemuan keluarga mendudukan kembali kodrat kita sebagai anak, mantu, kakak, adik atau apapun strata kita dalam keluarga. Orang-orang dalam lingkaran keluarga kita lah yang akan "menangkap" ketika kita terjatuh, merekalah yang akan membersihkan badan kita kita kita wafat nanti, mereka adalah orang terakhir yang menuntut kita ke dalam alam kubur. 

Lalu mengapa sering sekali kita merasa tidak butuh mereka?

Karena kita dibutakan oleh logika yang dangkal, hati kita mengeras akibat kesombongan diri bahwa kita lebih hebat dari mereka. Di mata kita, keluh kesah mereka seolah menjadi pertanda bahwa mereka akan butuh materi kita. Jika pun itu benar, lalu mengapa? Toh kita adalah keluarga mereka. Kita adalah solusi bagi mereka.

Kerasnya hati yang condong mencari titik lemah orang lain telah membuat kita jumawa.. "Kamu sih males, gak kreatif.." kita telah menghakimi orang lain dari kacamata diri kita yang ukurannya adalah materi. Hari ini bisa jadi isi dompet dan saldo rekening kita lebih banyak dari orang yang butuh bantuan kita, namun besok atau lusa, mereka akan lebihi kita. 

Kita merasa bangga jika dianggap lebih sukses.

Kesuksesan yang kita rasakan saat ini adalah akumulasi kerja keras dan faktor X berupa doa dan keajaiban yang diberikan maha kuasa dalam karir kita. Dan faktanya faktor X ini memegang peranan besar. Ketika anda merasa karir anda baik-baik saja, lancar dan selalu mendapat kesempatan promosi, itu bukan semata karena usaha anda, ada untaian doa dari orang tua, orang terkasih dan ridha ilahi yang tercipta karena ketulusan doa orang-orang yang anda bantu. Ridho Nya ilahi telah menjadi pembuka banyak pintu kesempatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline