Lihat ke Halaman Asli

djarot tri wardhono

Menulis apa saja, berbagi dan ikut perbaiki negeri

Corona, Takut Disalahkan dan Perilaku Asertif

Diperbarui: 16 Maret 2020   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Semalam saya mendapatkan telpon dari bagian umum yang biasa mengurusi penyediaan makan di kantor. "pak, saya enggak mau mengurusi penyediaan makan untuk karyawan, khawatir tak terjamin hiegenitasnya". "Lho kenapa", tanya saya, jawabnya,"saya takut lewat media makanan atau pengantar dan koki pemasak makanan menjadi media penyebaran virus corona".

Di kasus lain, dengan adanya himbauan untuk menggulung karpet di masjid karena adanya virus corona, pengurus menyampaikan bahwa akan mengadakan rapat kepengurusan untuk memutuskan penggulungan karpet masjid tersebut. Ada keraguan dari pengurus untuk melakukan tindakan cepat yang telah banyak dihimbau.

Kedua kasus ini, menunjukkan adanya ketakutan menjadi orang yang disalahkan apabila terjadi kasus penyebaran virus corona karena keputusannya. Takut salah dan disalahkan ini, awalnya timbul dari bentuk kekhawatiran terhadap tindakan yang diambil.

***

Ketakutan merupakan suatu tanggapan emosi terhadap ancaman yang dihadapi. Rasa takut, bisa jadi, bentuk mekanisme pertahanan hidup yang timbul sebagai respon dari adanya stimulus atau rangsangan tertentu seperti adanya ancaman.

Menurut beberapa ahli psikologi, takut adalah merupakan salah satu emosi dasar, selain sedih, marah, bahagia dan sebagainya. Ketakutan berhubungan dengan perilaku spesifik untuk melarikan diri dan menghindar. Ketakutan juga terkait dengan peristiwa dari masa yang akan datang, seperti memburuknya suatu keadaan.

Terhadap sikap takut disalahkan, berarti ada pihak kedua yang akan menyalahkan. Ada satu atau beberapa orang yang kadang menyalahkan atau bahkan cenderung suka menyalahkan. Perilaku "suka menyalahkan" ini memiliki kecenderungan dimiliki oleh orang yang memiliki kepribadian mendekati antisosial juga pada orang yeng memiliki ego besar. Ego besar bahkan kesombongan juga keegoisan dimiliki oleh orang-orang untuk melakukantindakan ini. Orang ini memiliki kecenderungan menyalahkan orang lain.

Sebagai makhluk sosial, manusia akan berinteraksi satu dengan yang lain dalam bentuk kerjasama. Ketergantungan antar manusia merupakan kewajaran dalam kehidupan.

Dalam hal ini, komunikasi merupakan salah satu komponen yang penting. Dalam berinteraksi interpersonal tersebut, perilaku orang terhadap orang lain dapat dikelompokkan menjadi perilaku submisif, perilaku agresif dan perilaku asertif.

Perilaku submisif merupakan perilaku yang selalu tunduk, nrimo, kurang bisa menyatakan perasaan, nilai dan pemikirannya sendiri. Akibatnya, orang yang memiliki perilaku ini cenderung kurang berani mengambil keputusan, menghindari konflik, takut disalahkan sehingga menyebabkan pihak lain memberikan tanggapan negatif terhadap dirinya.

Bertolak belakang dengan perilaku ini, perilaku agresif memiliki kecenderungan negatif, mereka mengutamakan hak, pendapat, kepentingan dan perasaannya sendiri, mereka menganggap dirinya paling benar. Anggapan paling benar ini, dekat dengan sifat ego besar di atas, sehingga seringkali menyalahkan, mempermalukan, menyerang, menuntut, mengkritik, menyampaikan komentar yang tak enak didengar bahkan menghina dan mengancam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline