Lihat ke Halaman Asli

Hendrikus Dasrimin

TERVERIFIKASI

Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kepastian dan Falibilitas Ilmu Pengetahuan

Diperbarui: 15 November 2022   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kepastian dan fabilitas (Dokumen Pribadi)

Apakah kebenaran ilmiah bersifat pasti atau sementara? 

Pertanyaan ini dapat dijawab dari dua segi, yakni segi rasional dan segi empiris.
Dari segi rasional; Kepastian berkaitan dengan subyek. Kebenaran sebagai keteguhan bersifat pasti, karena kesimpulannya hanya merupakan konsekuensi logis dari pernyataan-pernyataan, teori atau hukum ilmiah lainnya. Karena itu kebenaran bersifat mutlak dan bukan hanya sementara. Namun sebenarnya kebenaran ini juga masih bersifat sementara, sebab kebenaran sebagai keteguhan dari suatu pernyataan sangat tergantung pada kebenaran teori atau pernyataan lain.

Dari segi empiris; ilmu pengetahuan tidak memiliki ambisi untuk menjadi seperti iman dalam agama. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah memberikan sebuah formulasi final dan absolut tentang seluruh universum. Hal ini dikenal dengan istilah falibilisme, yaitu sebuah doktrin filosofis yang kritis terhadap apa yang sudah ditemukan dan menyatakan bahwa semua pengetahuan bisa saja salah.

Falibilisme dan Metode Ilmu Pengetahuan

Metode ilmu pengetahuan tidak menghasilkan pengetahuan yang absolut pasti dan universal, melainkan pengetahuan dapat saja salah. Indikasi metodologis sebagai alasan falibilisme moderat ini nyata dalam:

  • Seorang peneliti tidak pernah merasa pasti dengan apa yang dicapainya sendiri. Inilah karakter dasar setiap penelitian ilmiah yang dimulai dengan keraguan. Pengetahuan ilmiah bisa menjadi kepercayaan ilmiah, tapi kepercayaan ini tidak pernah berakhir, melainkan selalu memunculkan keraguan baru.
  • Fokus utama kegiatan ilmiah adalah verifikasi atas hipotese. Bagian yang terpenting adalah penalaran induktif. Selalu terbuka kemungkinan bahwa contoh-contoh yang kita kemukakan tidak lengkap.
  • Metode induksi selalu tidak lengkap. Karena itu kita hanya berani mengajukan hipotese berdasarkan fakta terbatas yang ada, dengan harapan semua fakta lain akan mendukung hipotese ini. Namun bisa saja terbukti sebaliknya, yaitu ternyata hipotese kita salah karena fakta lain tidak mendukungnya.
  • Setiap hipotese pada dasarnya tidak pasti sebab ia dirumuskan sebagai jawaban sementara atas problem. Ia selalu terbuka untuk dikoreksi dan dievaluasi.

Falibilisme dan Obyek Ilmu Pengetahuan

Falibilitas pengetahuan ilmiah bisa disebabkan oleh metode ilmiah, tetapi juga terjadi karena obyek ilmu pengetahuan adalah riil dan berubah-ubah, karena obyek ilmu adalah alam. Justru karena itu pengetahuan ilmiah kita tidak pernah mencapai kepastian mutlak.

Seorang ilmuwan yang baik adalah seorang realis yang tidak melihat konsep-konsep ilmiahnya semata-mata sebagai hasil imaginasi tanpa hubungannya dengan dunia nyata, melainkan merupakan hasil dari pemikiran tentang dunia nyata. 

Suatu obyek ilmu pengetahuan disebut nyata atau real ini dapat dipahami dalam tiga arti:

Pertama, yang nyata berarti lepas dari pikiran manusia. Berdasarkan alasan ini ia justru memberi perhatian kepada alam. Jelas, alamlah yang mendorong ilmuwan untuk membuat penelitian. Metode ini hanya terarah kepada fakta yang real, terlepas dari pengetahuan individual seorang ilmuwan. Sebab itu penelitian ilmiah bertugas meneliti alam dan melulu bergantung pada realitas yang ia pelajari. Jelas, pemikiran bergantung pada realitas, tetapi realitas bebas dari pemikiran atau menjadi ukuran dari pemikiran.

Kedua, walau dunia real bebas dari pemikiran manusia, realitas itu dapat dikatakan real jika ia dapat dikenal. Obyek dari pengalaman harus dapat mempengaruhi ilmuwan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi ilmuwan. Kalau realitas tidak lepas dari pemikiran kita, maka tidak perlu ada metode ilmiah. Tiap orang dapat merenungkan pikirannya tanpa harus keluar dari dirinya dan berhadapan dengan realitas luar.

Ia juga tidak perlu mempelajari pemikiran ilmuwan lain. Juga tidak mungkin akan ada keraguan, pertanyaan, dan penelitian. Sebab itu pengetahuan kita juga tidak perlu berkovergensi pada kebenaran. Sebaliknya kalau realitas tak dapat dihubungi dan sebab itu tidak dikenal, maka penelitian ilmiah selalu berakhir dengan kegagalan, juga tidak mungkin ada kritik atas pengetahuan, karena kritik justru mendasarkan diri pada realitas yang menjadi kriterium yang mengukur pengetahuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline