Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Pendidikan Terdahsyat

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Membaca Headline sebuah harian Ibu Kota dengan Judul : "200 Profesor Doktor Terlibat Korupsi" membuat hati ini bertanya-tanya , Inikah intelektual yang memiliki Integritas dan sebagai penyuluh budi bagi bangsanya ?  Ada apakah dengan dunia pendidikan tinggi kita ? Jika ditarik ke belakang, apa yang terjadi ketika para profesor dan doktor yang sekarang menguasai kampus saat mereka memproses dirinya sebagai intelektual di kampus ketika mereka menyelesaikan pendidikannya ?

Pada rubrik Edukasi edisi 5 Juni 2013, dalam judul " Selamatkan Pendidikan Indonesia" kami menulis : “Tragedi pendidikan Indonesia terbesar bukanlah ketiadaan dana dan fasilitas, ketimpangan kesejahteraan PNS dan swata, kebocoran UN maupun tingginya drop out, tragedi pendidikan terbesar adalah ketika para Intelektual kampus, para profesor, para rektor mampu ditarik untuk melakukan tindakan korup oleh oknum anggota DPR yang nota bene seorang selebritis. Karena tindakan korup ini telah mencabik-cabik integritas intelektualitasnya yang seharusnya selalau berjalan pada norma, hukum dalil, axioma kebenaran.”

Tragedi Dahsyat  Terlibatnya Ratusan Profesor Doktor Dalam Berbagai Tindak Kriminal Menyiratkan Pertanyaan Besar Inikah Para Penghuni MENARA GADING yang dilahirkan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) pada tahun 1978 ? NKK telah menggiring mahasiswa untuk mengejar IPK dan mencerabut nya dari tanggung jawab sosialnya sebagai Penjaga Nilai Nilai Idealisme bangsa. Produknya adalah wong pinter sing keblinger, koruptor !  Adakah NKK melahirkan KKN (Koruptor, Kolutor dan Mepotis) ?

Para Profesor Doktor ini adalah mereka yang meraih prestasi akademik (IPK) tinggi yang pada umumnya diraih Para Pengejar IPK tanpa terlibat dalam dinamika kehidupan mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan bangsa yang memiliki tanggung jawab sosial. Fenomena Topping Leadership yang kurang mengakar pada masyarakatnya, mengedepankan ego diri, kelompok dan kualisi dari anggota parlemen adalah indikasi lain dari adanya tragedi dahsyat ini.

Para delinkers Profesor Doktor dari berbagai kampus ini rata rata seusia penulis kelahiran tahun 60 an dan sesudahnya, adalah mereka yang saat menempuh pendidikan tingginya mulai digunakannya sistem SKS dengan NKK nya yang ditancapkan Daud Yusuf.

Kondisi ini sesungguhnya akan dilaksanakan pada level SMA dengan SKS dan Moving Class mengiringi penerapan Kurikulum 2013. Jika hal ini diterapkan maka pencerabutan keterikatan pelajar dan masyarakatnya adalah pengebirian dini tanggung jawab sosial generasi Muda. Tunas tunas muda bangsa dipaksa untuk berfikir memenuhi kepentingan individunya dalam belajar, mengejar SKS sehingga cepat selesai kuliah, kerja, menjadi pejabat, dan korupsi.

Pendekatan sain dan SKS pada K13 akan menjadi alat penggiring yang ampuh bagi isolasi orang orang pintar dari keterkaitan dengan degup nadi masyarakatnya, seperti para penghuni menara gading yang menapaki karirnya hingga profesor doktor. KTSP dengan Pendekatan kontektual dimana setiap kajian ilmu terhubungkan dengan kehidupan sehari hari, bahkan sejak dirumuskannya Indikator oleh guru, semoga benar benar diterapkan secara kreatif dalam pembelajarannya sehingga peserta didik dekat dan peduli dengan probematika masyarakatnya.

Kami sangat yakin, indikator-indikator yang disusun oleh guru dengan pertimbangan karakteristik daerahnya masing-masing dan didekati dengan pendekatan kontekstual akan menjadikan generasi muda penerus perjuangan bangsa benar-benar memiliki komitmen terhadap daerah dan masyarakatnya. Dan jika semua daerah melakukan hal yang sama, maka seluruh generasi muda Indonesia menjadim peduli kepada Indonesia melalui peduli pada lingkungannya.

Lebih dari itu, dengan realitas pendidikan yang demikian, menurut hemat penulis perlu segera dilakukan perbaikan total sistem Pendidikan Nasional, melalui Reformasi Sisdiknas, dimana pendidikan Indonesia benar-benar kembali ke Rell yang benar sesuai dengan amanat konstitusi. Sebab pada hakekatnya Penyelenggaraan pendidika di Indonesia adalah upaya untukl Melunasi Hutang kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebab hanya Bangsa yang cerdas yang dapat Berbangsa dengan cerdas pula.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline