Lihat ke Halaman Asli

Dani Ramdani

TERVERIFIKASI

Ordinary people

Stop Rasialisme dalam Sepakbola

Diperbarui: 23 Maret 2021   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Patrich Wanggai merayakan sebelrasi gol dalan laga lanjutan Piala Menpora 2021. Via kompas.com

Rasialisme akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik, apalagi setelah terjadi insiden penembakan di Atlanta, Amerika Serikat. Banyak yang menduga insiden penembakan tersebut dilatarbelakangi oleh rasialisme terhadap bangsa Asia. Rasialisme terhadap orang Asia di Amerika Serikat meningkat pasca covid-19.

Orang-orang Asia dilabeli membawa virus tersebut, kemudian tagaslr Stop Asian Racisme menggema di twitter sebagai simpati atas kejadian tadi. Para publik figure menggemakan tagar ini sebagai upaya untuk menghentikan tindakan rasialisme.

Rasialisme menjalar ke dalam berbaga aspek kehidupan, entah itu politik, sosial, sampai olahraga, terutama sepakbola. Lanjutan Piala Menpora yang mempertemukan Persija Jakarta melawan PSM Makassar berujung pada tindakan rasialisme.

Laga yang dimenangkan oleh PSM Makassar dengan skor 2-0 tersebut berujung pada aksi yang tidak manusiawi. Pemain PSM Makassar Patrich Wanggai seusai laga mendapatkan tindakan rasialisme di kolom komentar  Instagram pribadinya. Dalam laga tersebut Wanggai berhasil menyumbang satu gol untuk PSM Makassar.

Kata-kata yang bernada rasial, memojokan fisik bahkan sebutan hewan dialamatkan kepada Wanggai. Tentunya kata-kata tersebut sangat tidak pantas. Sepakbola merupakan permainan tim, pemain sendiri terdiri dari berbagai latar belakang, terutama di Indonesia nuansa keberagaman akan terasa, ditambah lagi jika ada pemain asing di dalamnya.

Klub akan mememangkan pertandingan apabila pemain meninggalkan identitas yang melekat pada dirinya demi satu kerjasama tim. Namun sayangnya, keberagaman tersebut tidak bisa diterima di luar lapangan, para suporter yang tidak dewasa seringkali melemparkan nada-nada rasialisme.

Entah itu dalam bentuk nyanyian di stadion maupun menyerang pemain secara langsung. Siapapun yang melakukan itu, entah itu dari pendukung Persija maupun PSM tidak bisa dibenarkan dari segala aspek apapun. Orang yang menlakukan hal itu tidak memahami konsep manusia seutuhnya.

Kita adalah Sapiens, semuanya sama, perbedaan timbul karena beberapa faktor, tetapi intinya kita sama, yaitu manusia. Apa yang lebih hebat dari manusia? Tidak ada, kita hanya butiran kecil yang ada di alam semesta ini, tidak ada artinya, lantas apa yang menyebabkan rasialisme itu muncul.

Merasa diri paling baik? Atau manusia paling mulia? Kita harus belajar pada sejarah, rasa cinta akan suku tertentu, bahkan bangsa tertentu hanya akan menciptakan permusuhan. Lihatlah apa yang dilakukan oleh Hitler, semuanya dilakukan atas rasa cinta, rasialisme.

Bahkan semua konflik , termasuk perang muncul karena kecintaaan berlebih tadi, coba renungi kembali. Kita juga harus belajar bagaimana negara ini merdeka, semuanya didapat karena persatuan, tidak peduli dia itu suku apa, bahasa, maupun ras mana, dengan persatuan semuanya tercapai.

Sama hal nya dengan olahraga, fanatik, atau cinta kepada klub kebanggaan itu hal wajar. Namun, jangan sampai karena kecintaan tersebut justru memunculkan permushan baru. Fanatik boleh tetapi logika jalan. Perbuatan tersebut tidak hanya merugikan diri sendiri, pemain, namun klub yang dicintai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline