Lihat ke Halaman Asli

Nur Terbit

Pers, Lawyer, Author, Blogger

FFI 2017 Menuai Kritik

Diperbarui: 10 November 2017   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Forum Peranserta Masyarakat Perfilman (FPMP), menyampaikan pernyataan sikap menyesalkan cara pelaksanaan Festival Film Indonesia (FFI) 2017 yang diwarnai pelanggaran Peraturan dan Perundang-undangan.

FPMP juga tidak mempercayai hasil FFI 2017 sebagai kelanjutan dari sejarah diselenggarakannya FFI sejak 1955. Pernyataan ini disampaikan FPMP, Kamis (9/11), dalam acara pertemuan unsur pelaku perfilman, di Gedung Film Jakarta.

Menurut wartawan dan kritikus film Wina Armada, yang hadir dalam pertemuan itu, sekaligus menjadi dukungan terhadap Petisi Wartawan Film yang juga tidak mempercayai FFI 2017.

Sementara itu, Sonny Pudjisasono dari Pusat Perfilman H Usmar Ismail, menyampaikan, semangat dari sikap ini adalah dalam kerangka menjaga marwah Piala Citra sebagai simbol penghargaan tertinggi bagi prestasi artistik film Indonesia.

"Piala Citra menjadi simbol penghargaan di FFI untuk film Indonesia sebagaimana yang diperjuangkan Usmar Ismail sebagai Bapak Perfilman Indonesia. Tidak lucu kalau Piala Citra dibagi-bagi untuk arah dan tujuan yang berbeda. Nama Citra itu sendiri berasal dari syair karya Usmar Ismail, yang kemudian menjadi lagu, lantas difilmkan dua kali oleh Usmar Ismail," kata Sonny Pudjisasono.

Selain mengkritisi FFI 2017, Pernyataan Sikap FPMP berisi antara lain, mendukung dilakukannya audit khusus pada dana APBN dan APBD yang dialokasikan untuk penyelenggaraan FFI maupun untuk Badan Perfilman Indonesia (BPI).

Masyarakat Perfilman mendesak Pengurus BPI untuk patuh pada Undang-undang Perfilman yang menjadi dasar pembentukannya, menjalankan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sesuai Kongres BPI, menjalankan amanat Kongres, serta bertindak terbuka, adil, dan demokratis, bagi seluruh unsur stakeholders BPI.

Butir pernyataan lainnya, adalah menyesalkan sikap pemerintah yang terus-menerus tidak menepati janji untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Perfilman berupa penerbitan Rencana Induk Perfilman Nasional (RIPN) serta Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri yang memberi perlindungan dalam tata edar Film Indonesia.

"Masalah tata edar ini sangat penting bagi kami, karena kami sebagai pembuat film
merasa benar-benar menjadi anak tiri di negeri sendiri," kata produser Nicky Rewa yang khusus datang dari Makassar untuk pertemuan ini, sambil menunjukkan skema peredaran filmnya di jaringan bioskop.

Hal senada disampaikan oleh produser J. Yansen Senjaya yang mengeluh karena filmnya yang terbaru hanya mendapatkan jatah sepuluh layar saat beredar. "Makin ke sini situasinya makin menuju penindasan terhadap Film Indonesia."

Kusumo Priyono dari organisasi Gasa Indonesia mengatakan, pernyataan sikap FPMP akan ditindaklanjuti dengan langkah-langkah berikutnya yang bersifat konstruktif dalam kerangka ikut berpartisipasi dalam membangun perfilman Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline