Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zulfadli

TERVERIFIKASI

Catatan Ringan

"Bohemian Rhapsody": Mengenang Konser Live Aid 1985

Diperbarui: 14 Juli 2020   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber: www.theguardian.com)

Bohemian Rhapsody (2018) adalah film biografi Freddie Mercury dan band rock Inggris legendaris, Queen. 

Selalu sulit mengadapatsi biopic sosok terkenal. Freddie dan Queen punya banyak babak sepanjang karir dan hidupnya, itu menjadi tak mudah menyatukan semuanya dalam satu film yang berdurasi 2 jam. Formulanya harus tepat, benar-benar memilih bagian mana yang akan digarap dengan fokus dan detail, atau bisa dibilang berjuang untuk menemukan cara baru menceritakan kisahnya. 

Sutradara Bryan Singer dan penulis skenario Anthony McCarten rupanya berusaha ingin menjangkau semuanya, namun jatuh pada eksekusi yang serba tanggung. Naskahnya menjadi kedodoran. Kata guru saya metode terbaik dalam melakukan penelitian, mengetahui sedikit tapi mendalam, jangan sebaliknya mengambil banyak tapi dangkal dan jauh melebar, membuat kita tersesat. 

Film ini dibuka dan diakhiri adegan konser Queen di Live Aid 1985, yang menjadi daya tarik orang menonton Bohemian Rhapsody.

Farrokh Bulsara, putra sulung keluarga Parsi imigran dari Zanzibar ke London karena kotanya dilanda kerusuhan rasialisme pada 1970-an. Farrokh bekerja sebagai porter di Heathrow Airport London.

Pada malam-malam ia ‘keluyuran’ ke klub menyaksikan band Smile manggung. Saat sang vokalis band itu hengkang menyisakan Brian May dan Roger Taylor, Farrokh menawarkan menjadi pengganti. Tentu awalnya ia ditolak karena giginya terlalu tonggos. Namun setelah 'audisi'mendadak di belakang klub itu, sejarah besar tercipta dari grup tersebut yang kemudian mengganti nama: Queen. Nama yang memberi tafsiran luas, termasuk persepsi gay.

Freddie Mercury diperankan oleh Rami Malek. Awalnya kikuk dan membingungkan, aksen Malek terasa berlebihan, dan giginya terlalu tonggos, sehingga tampak seperti robot. Namun setelah menumbuhkan kumis dan rambut, ia luar biasa menghidupkan lagi sosok Fredie. Tentu tiap lagu yang dinyanyikan bukan suara Malek, tetapi ia bisa berakting luar biasa di atas meniru aksi panggung Freddie yang energik, bergelora, dan provokatif.

Konflik sebenarnya adalah kehidupan di luar panggung Freddie dan personel Queen. Hubungan dengan keluarga terutama ayahnya; pertikaian dengan anggota band; gaya hidup hedonisme; dieksploitasi dan dikhianati teman barunya; orientasi seksualnya yang bisek-bukan gay, tak gamblang diungkap, meski penggemar ingin mendapat konfirmasi dari isu ini.

Penggemar juga ingin tahu lebih dalam kisah percintaan Freddie dengan kekasih abadinya, Mary Austin, yang diperankan dengan manis Lucy Boynton. Mereka berpacaran bahkan bertunangan. Adegan paling menyentuh dalam film ini adalah di mana Freddie mengakui bahwa ia seorang biseksual.

Bohemian Rapasody, judul lagu misterius di album A Night at the Opera (1975) bahkan tidak dijelaskan dengan baik. Latar belakang, proses pembuatan dan makna lirik Bohemian Rhapsody tak pernah terjawab hingga film selesai.

Semua konflik tersebut dieksekusi terlalu minim dan seperlunya saja, tidak digarap dengan intens, karena persoalan yang disebutkan di atas, pembuat film ambisius menampilkan semua fragmen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline