Lihat ke Halaman Asli

Mari Baca Seputar Fakta Kopi Sumatera

Diperbarui: 18 Juni 2015   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kopi Indonesia Kopi Terbaik Dunia

Lembaga Keuangan Internasional (International Finance Corporation/IFC) menyatakan sektor pertanian Indonesia telah memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat (energitoday.com/05 Agst 2013). Seluruh dunia juga sudah tahu bahwa Indonesia merupakan negara kaya sumber daya alam. Salah satunya dalam menghasilkan komoditi kopi. Berdasarkan data 2013, Indonesia penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam yang kemudian disusul oleh Colombia. Karena alasan tersebut Indonesia termasuk dalam urutan 5 (lima) besar pemain kopi spesial di kancah Internasional, sekitar 95%. Kopi dunia yang terkenal adalah kopi Arabika dan Robusta. Indonesia mengekspor jenis kopi Arabika dan untuk jenis Robusta lebih cenderung konsumsi sendiri di dalam negeri. Kopi Arabika lebih mahal daripada Robusta, memiliki aroma khas dan rasa pahit yang tidak terdapat pada kopi Robusta. Keberadaan kopi Arabika di pasar dunia 65% dan Robusta 35%.

Sumatera merupakan wilayah penghasil biji kopi terbesar di Indonesia, mulai dari Lampung, Bengkulu, Aceh hingga Sumatera Utara. (wikipedia.com) Kopi Sumatera merupakan salah satu varietas kopi yang berasal dari Sumatera yang bertekstur paling halus dan bercita rasa paling berat dan kompleks diantara beragam kopi di dunia. Sebagian besar kopi Sumatera diproses secara kering (dry-processed), tetapi sebagian lagi melalui proses pencucian ringan (semi-washed).

Sumatera Utara menghasilkan jenis kopi Arabika dan Robusta. Dua jenis kopi tersebut tumbuh di dataran pertanian Sumatera Utara yang subur. Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota, namun daerah-daerah terkenal penghasil kopi, yakni Tapanuli Utara, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Simalungun, Dairi, Karo, Mandailing dan Tapanuli Selatan. Dari kesembilan daerah penghasil kopi Sumatera Utara tersebut dua diantaranya menghasilkan kopi jenis arabika dan robusta, sedangkan tujuh lainnya hanya menghasilkan jenis kopi arabika.

Petani Kopi Sumatera Utara

Kalau bukan karena jasa para petani di sana mungkin hingga saat ini kita tak bisa menikmati satu gelas kopi nikmat racikan nusantara. Banyak permasalahan dalam kenyataan petani dan kopi Sumatera Utara.


  1. Fenomena peralihan peruntukan tanah dari kopi ke sawit mulai banyak terjadi di Sumatera, karena terlalu minim keuntungan finansial yang didapatkan dari menanam kopi (kompasiana.com/Piere Barutu/06 Okt 2012). Tuntutan biaya hidup sehari-hari cenderung mendorong petani kopi Sumatera Utara beralih menjadi petani kebun kelapa sawit. Perputaran modal dan laba keuntungan menjadi patokan para petani untuk terus bekerja menghasilkan uang demi kebutuhan hidup. Bila panen sedikit maka penghasilan pun berkurang, bila lahan mendukung untuk peralihan dan itu pun menjadi solusi pencapaian target. Sangat disayangkan bila petani kopi beralih menjadi petani kebun kelapa sawit. Hal ini sangat merugikan hasil panen kopi di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Data produksi tanaman kopi setahun akan berkurang sebagaimana yang diharapkan. Padahal bila ditinjau dari bentuk dataran pertanian sangat potensial menghasilkan biji-biji kopi berkualitas.
  2. Sebanyak 80% petani kopi Sumatera Utara adalah wanita, namun mereka sering tidak dilibatkan dalam berbagai pelatihan/peluang pengembangan diri (energitoday.com/05 Agst 2013). Berdasarkan data/informasi itu, keadaan petani kopi Sumatera Utara cukup memprihatinkan. Bermodalkan pengalaman dan pengetahuan terbatas petani kopi Sumatera Utara terus berproduksi. Tanpa pembekalan ilmu tambahan seolah petani kopi buta akan pembaharuan. Pun sudah pasti berpengaruh pada hasil produksi dalam setiap tahun. Petani Indonesia jelas masih butuh modal pengembangan diri mencegah ketertinggalan dalam persaingan perdagangan internasional.
  3. Kelemahan kopi Indonesia; kecepatan panen yang lambat dikarenakan tidak menggunakan bahan kimia (kompasiana.com/Piere Barutu/06 Okt 2012). Tanaman kopi Sumatera kebanyakan menggunakan pupuk kandang tanpa bahan kimia sehingga memperlambat masa panen. Masalah lainnya adalah kurangnya penyuluhan cara bertanam serta memetik yang benar pada petani kopi. Padahal bentuk dataran pertanian kopi di Brazil mirip dengan lahan kopi di Sumatera, tepatnya Sumatera Utara. Bila dimanfaatkan akan mendapatkan hasil yang baik.
  4. Biji-biji kopi hebat Indonesia hanya diolah dengan cara tradisional (kompasiana.com/Patrick S. Hutapea/22 Feb 2014). Selain olahan tradisional sesungguhnya kopi Indonesia membutuhkan olahan modern sehingga negara kita memiliki brand khusus pada produk kopi. Tidak hanya mengekspor lalu memberikan kesempatan kepada negara lain melakukan inovasi, namun Indonesia juga berhak memiliki produk kopi spesial yang bisa dinikmati oleh setiap kalangan di dalam negeri. Karena produk dan merek lokal bisa menjadi pilihan nomor satu di rumah sendiri.


Sertifikasi Kopi Indonesia

Uni Eropa merupakan pasar terbesar di dunia untuk komoditi kopi. Ekspor kopi Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2012 mencapai 45juta kantong uk. 60kg (kompasiana.com/Syukri Muhammad/19 Feb 2014). Meski begitu, kopi Indonesia masih membutuhkan promosi yang gencar dan tepat sasaran. Karena komoditi kopi dalam negeri tidak langsung lolos di pasar Internasional. Negara asing pemesan kopi selalu meminta sertifikasi. Petani kopi dalam negeri adalah tangan pertama dalam proses produksi kopi tetapi kebingungan dengan standar mutu yang ditetapkan untuk go internasional. Alhasil, kopi mereka para petani ditampung oleh para eksportir yang mempunyai pabrik besar dan mampu memenuhi standar sertifikasi tersebut. Keuntungan lebih didapat oleh para eksportir pemilik dana untuk memenuhi sertifikasi pada negara asing dalam memindahkan hasil tanam kopi. Walau harga kopi mendunia, ini tidak akan secara langsung dirasakan keuntungannya oleh petani kopi dalam negeri.

Komoditi kopi yang mendunia berbeda keadaannya dengan harga dan keuntungan yang petani lokal dapatkan (kompasiana.com/Piere Barutu/06 Okt 2012). Ada pihak selanjutnya perpanjangan tangan petani kopi lokal dalam mendistribusikan hasil panennya setiap tahun. Sangat disayangkan petani hanya menerima keuntungan yang minim dari kopi hasil tanamnya sendiri. Perlu adanya kerjasama yang saling menguntungkan antara petani kopi lokal dengan para eksportir pemilik modal dalam memfasilitasi standar mutu sertifikasi. Dengan demikian, kedua belah pihak dapat saling menguntungkan. Petani kopi lokal yang masih minim pengetahuan pengembangan diri dalam bertani akan terus kebingungan dengan standar mutu go internasional yang telah ditetapkan di pasar dunia. Petani hanya bisa melihat perkembangan jika terus dibiarkan sebab pihak eksportir hanya diam tak ambil perduli. Ini yang juga merupakan masalah besar produksi kopi Indonesia yang terus berjalan di tempat tanpa perkembangan yang pasti.

Kopi Indonesia mendunia hanya karena biji-biji kopi produk hasil tanam petani lokal. Bukan karena produk hasil inovasinya. Berbeda dengan negara luar seperti Amerika terkenal dengan kopi Starbucks-nya memakai bahan baku kopi Indonesia sebagai varietas kopi hasil inovasi. Ini yang disebut sebagai salah satu upaya hasil produk ekonomi kreatif. Begitu pula dengan Killiney Malaysia. Meski begitu, kopi tradisional Indonesia jauh lebih membanggakan bagi masyarakat dalam negeri. Dan lebih baik lagi apabila kopi Indonesia mendunia dengan produk hasil inovasinya. Tidak hanya sebatas memiliki hasil tanam kopi lokal yang bermutu tinggi di kelas dunia.

Indonesia memfasilitasi biji-biji kopi berkualitas tinggi kepada dunia, lalu negara-negara maju mengembangkannya melalui produk hasil inovasi. Dan tidak salah lagi bahwa profit maksimum akan diperoleh mereka sebagai pemilik ide kreatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline