Lihat ke Halaman Asli

cipto lelono

TERVERIFIKASI

Sudah Pensiun Sebagai Guru

Cara Cerdas "Kartini" Mengangkat Derajat Kaum Wanita

Diperbarui: 11 April 2021   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kartini mempunyai cara cerdas mengangkat derajat kaum wanita. Ia benar-benar memahami kondisi riil yang dihadapi kaumnya.  Dalam pandangannya terdapat dua kekuatan besar yang menjadi penyebab kaum wanita bodoh dan termajinalkan. Kekuatan tersebut adalah praktik kolonialisme dan feodalisme.

Praktik kolonialisme tidak hanya melakukan eksploitasi kekayaan alam Indonesia, namun juga melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya manusia. Akibatnya selain kemiskinan yang diderita, namun juga terjadi kebodohan masyarakat,  khususnya adalah kaum wanita.

Sedangkan praktik feodalisme lebih menekankan pada status keturunan. Penguasa, pengambil kebijakan wilayah adalah orang-orang dari keturunan ningrat (darah biru). Dalam praktiknya selain memeras kehidupan rakyat secara ekonomi, wanita juga menjadi korban eksploitasi status kewanitaannya oleh para elit penguasa, yang semuanya adalah kaum laki-laki.

Eksploitasi wanita pada masa feodal memunculkan fenomena "putri boyongan" (wanita yang dipersembahkan kepada raja yang menang perang), "istri triman"(wanita yang diberikan oleh raja kepada para pembantunya sebagai hadiah), istri selir tanpa batas oleh penguasa lokal. Semua itu adalah bukti adanya langkah penistaan terhadap derajat kaum wanita.

Kesimpulannya praktik kolonialisme dan feodalisme selain membawa penderitaan secara ekonomi, juga membawa dampak pada rendahnya penghargaan terhadap derajat kaum wanita.

Kedua sistem tersebut dalam pandangan Kartini hanya bisa dirobohkan melalui pendidikan. Pendidikan yang akan mampu membangun mindsite kaum wanita mencapai kemenangan. Sebab pendidikan merupakan investasi jangka panjang dalam pembangunan peradaban. Inilah yang membedakan Kartini dengan pejuang-pejuang pendahulunya. Mereka kalah berperang bukan disebabkan oleh jiwa nasionalisme yang rendah, namun kekalahannya akibat mengedepankan kekuatan fisik (militer). Kekuatan ini lebih melihat kemenangan jangka pendek dan sesaat. Dengan politik "pecah belah" pemerintah colonial dapat mematahkan semua kekuatan militer anak negeri.

Kartini ingin mengangkat derajat kaumnya melalui jalur pendidikan. Sebab melalui jalur ini wanita Indonesia diyakini akan memperoleh kesederajatan status dan peran dengan kaum laki-laki. Langkah pendidikan lebih mudah diterima oleh kaum feodal maupun kolonial.  

Secara ideologis kaum feodal tidak akan merasa terganggu dengan pendirian lembaga pendidikan. Namun eksistensi wanita secara feodal tetap dibatasi. Di tengah kungkungan adat tersebut, Kartini mampu mewujudkan cita-citanya.  Sehingga proses pendidikan bagi kaum wanita bisa dijalankan. Maka berdirilah sekolah bagi kaum wanita di Jepara, Semarang dan Surabaya. Proses inilah yang diyakini Kartini dapat mematahkan persepsi kaum feodal yang hanya bisa berpikir secara praktis dan pragmatis dalam jangka pendek.

Kaum kolonial, juga dapat menerima. Sebab tidak dianggap mengganggu stabilitas. Bebeda dengan penggunakan militer, maka apapun alasannya harus dihentikan dengan cara apapun. Padahal proses pendidikan akhirnya dapat menyadarkan eksistensi kaum terpelajar sebagai orang-orang yang terjajah yang juga menjadi bumerang terhadap kaum kolonial.

Kartini sekarang memang sudah tiada, namun langkah cerdasnya telah menorehkan figur-figur wanita hebat yang mampu berperan dalam posisi apapun di negeri ini. Salam sukses ibu Kartini !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline