Lihat ke Halaman Asli

Chazali H Situmorang

TERVERIFIKASI

Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Obat, Racun dan Dosis

Diperbarui: 1 November 2022   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya tertarik membaca judul Majalah Tempo Minggu ini ( 31 Okt.2022), "OBAT PENCABUT NYAWA". Sebab selama 42 tahun sebagai seorang Pharmacist ( Apoteker), baru kali ini saya mendengar istilah itu. Obat itu dibuat tujuannya untuk menyembuhkan penyakit atau sekurang-kurangnya meredakan rasa sakit. Jika sudah sebagai "pencabut nyawa" dalam dunia farmasi, obat itu sudah berubah fungsi menjadi racun. Tidak lagi sebagai obat.

Saya mengenal dunia farmasi sejak 50 tahun yang lalu, diawali bersekolah di SAA (SMF) Negeri Jln Airlangga Medan. Melanjutkan di FMIPA Jurusan Farmasi USU (1975-1981). 

Pelajaran pertama yang diberikan oleh guru SAA saya dalam pelajaran Ilmu Resep (Formulasi obat), bahwa " Obat dan racun itu sangat tipis batasnya. Bedanya hanya pada dosisnya. Jika dosisnya tepat untuk efek terapi, maka akan menjadi obat. Jika melampaui dosis akan menjadi racun ( efek letalis)".

Rumus diatas sampai sekarang masih belum terbantahkan. Kasus gagal ginjal akut pada anak, adalah akibat dari berubah fungsinya. eksipien. Eksipien merupakan bahan tidak aktif yang ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan dan fungsi. Eksipien merupakan zat tambahan yang tidak mempunyai efek farmakologi.

Eksipien disebut juga dengan pelarut (diluent) atau "pengisi" (filler). dapat meningkatkan kualitas fisik obat dengan mempengaruhi transport obat dalam tubuh, mencegah kerusakan sebelum sampai ke sasaran, meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas, meningkatkan stabilitas obat, menjaga pH dan osmolaritas, menstabilkan emulsi, mencegah disosiasi zat aktif dan memperbaiki penampilan sediaan.

Kriteria eksipien yang baik  harus netral secara fisiologis, stabil, tidak mempengaruhi bioavaibilitas obat, sesuai peraturan undang-undang. Propilen glikol merupakan salah satu eksipien yang sering digunakan dalam sediaan likuid/sirup. Namun belum ada perusahaan dalam negeri yang memproduksi propilen glikol.

Sebagian besar industri farmasi Indonesia membeli bahan baku dari India dan China, terutama antibiotik, antipiretik, dan bahan baku eksipien berbagai jenis.

Dalam bidang farmasi kita mengenal eksipien bukan saja propilen  glikol,  tetapi ada 3 jenis lainnya yakni polietylen glikol, sorbitol dan glycerin.  Sorbitol dan glycerin sudah cukup lama dikenal,  tetapi dalam perkembangan industri farmasi lebih banyak menggunakan propilen glikol, dan polyetilen  glikol karena berbagai keunggulannya dalam meningkatkan stabilitas obat dalam sirup.

Dalam pembuatan obat,  memang dosis terapi atau farmakologis yang perlu dikontrol ketat adalah pada zat aktif suatu campuran obat. Jika over dosis dapat menimbulkan efek keracunan, bahkan kematian akibat rusaknya organ tubuh tertentu. Tetapi jika low dosis, maka obat tidak dapat memberikan kesembuhan yang diharapkan, dan akan berlarut-larut dengan penyakitnya.

Bukan saja zat aktif obat saja yang perlu dikontrol. Tetapi zat-zat eksipien juga sama. Jika digunakan melebihi seharusnya, bisa menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.

Etilen glikol ( EG) dan dietilen glikol (DE) merupakan zat kimia yang bersifat toksis, yang sulit terhindarkan terdapat dalam bahan baku propilen glikol. Oleh karena itu BPOM menetapkan EG dan DE yang boleh dikonsumsi dalam  sediaan sirup yang  menggunakan propilen glikol sebagai eksipien  batasan maksimal cemaran EG dan DEG untuk propilen glikol adalah 0,1%.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline