Lihat ke Halaman Asli

Chazali H Situmorang

TERVERIFIKASI

Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Pilihan Lockdown, Antara Kepentingan Ekonomi dan Nyawa Manusia

Diperbarui: 17 Maret 2020   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Members of a quarantine team set up a checkpoint area in Cainta City, Metro Manila, on March 14, Photographer: Veejay Villafranca/Bloomberg

Kalau kita amati, sejak diumumkannya ada kasus terkena virus corona awal Maret 2020 yang lalu oleh Presiden Jokowi, sebanyak 2 orang yang bertempat tunggal di Depok, situasi masyarakat di Jakarta dan Depok memang mengalami kegoncangan. Kekhawatiran tertularnya wabah virus tersebut. 

Sehingga berbagai alat yang dibutuhkan untuk proteksi diri seperti masker, desinfektan, vitamin-vitamin untuk peningkatan daya tahan tubuh, semua apotik  diserbu masyarakat. 

Demikian juga  swalayan, dan berbagai mart. Indomart, alfamart, omnimart, indogrosir. Sudah dapat diduga semua ludes, dan bahkan susah didapat. Jikapun ada harganya sudah melambung selangit. Itupun ada juga yang membelinya. Terjadi kepanikan untuk membeli.

Di satu sisi, kepanikan tersebut, hanya ditangani dengan himbauan untuk jangan panik, tenang persediaan cukup. Pengusaha jangan menimbun barang. 

Berulang-ulang Presiden Jokowi untuk meminta masyarakat tidak perlu panik. Bahkan Menkes dr. Terawan menyatakan orang sehat tidak perlu pakai masker. Lah masyarakat itu sendiri tidak tahu apakah sehat atau sudah kemasukan virus.

Kita tidak melihat langkah pemerintah untuk menggratiskan masker di tempat-tempat keramaian (bandara, terminal, mall), dan menyediakan hand-sanitizer di fasilitas umum, sebagai bentuk konkrit agar masyarakat tidak panik. Kondisi tersebut kita cermati. 

Distributor (PBF), sudah me-lock penyediaan kebutuhan obat dan vitamin untuk daya tahan tubuh, desinfektan, dan masker dengan alasan stok habis. Patut diduga, PBF tidak melempar barangnya di jalur retail resmi (apotik), karena harus mengeluarkan faktur. 

Dalam dunia farmasi, penetapan harga obat di kontrol pemerintah, sehingga dikenal istilah harga beli PBF dan harga eceran tertinggi (HET) yang diperkenankan.

Situasi seperti di atas masih terus berlangsung. Korban virus corona yang tersuspect semakin meningkat tajam. Dalam 2 minggu sudah bergerak dari 2 orang menjadi lebih 100 orang, dengan angka kematian 5 orang (5%). 

Diduga data tersebut, masih under reported, mengingat luasnya wilayah Indonesia, dan mobilitas penduduk yang masih tinggi dengan upaya-upaya mitigasi yang masih minimal.

Pemerintah sudah membentuk Gugas (Gugus Tugas) percepatan penanganan, sesuai dengan Keppres 7/2020, tanggal 13 Maret 2020, dengan menunjuk Kepala BNPB sebagai Ketua Gugas, dengan wakilnya dari militer dan kepolisian. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline