Lihat ke Halaman Asli

Chaulah Lutfiyana

Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya

Madzhab Ilmu Hukum: Madzhab Sejarah dan Kebudayaan serta Ajaran Positivisme Hukum

Diperbarui: 25 Januari 2023   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Madzhab Sejarah dan Kebudayaan (Cultuur Historisch School)

Madzhab ini timbul pada permulaan abad ke-19, sebagai sebuah reaksi dari paham hukum alam yang rasionalistis. Madzhab ini dipelopori oleh ahli hukum bangsa jerman, yaitu Friedrich Carl von Savigny (1779-1961). Pendapat dari madzhab ini berpangkal pada kenyataan, bahwasanya manusia di dunia terdiri dari berbagai bangsa (rakyat) dan tiap-tiap bangsa memiliki semangat bangsa (volkgeist) tersendiri, yang berbeda-beda berdasar pada tempat dan waktu. 

Semangat bangsa ini terwujud dalam Bahasa, adat istiadat, dan organisasi sosial masyarakat. Perbedaan semangat bangsa antar satu bangsa dengan bangsa lainnya membawa akibat perbedaan hukum bagi bangsa bangsa tersebut dan perbedaan pandangan mengenai keadilan. Semangat bangsa sendiri tidak statis, tetapi berubah menurut keadaan masyarakat dan zaman. 

Oleh karena itu, isi hukum ditentutkan oleh sejarah masyarakat manusia dimana hukum itu berlaku. Dengan demikian, menurut madzhab ini tidak mungkin ada hukum yang berlaku untuk semua bangsa, yang sifatnya kekal dan abadi, tidak berubah menurut tempat dan waktu, seperti yang diajarkan oleh madzhab hukum alam (hukum kodrat). Dengan kata lain, hukum akan bersifat fleksibel dan mengikuti kultur budaya dari masing-masing bangsa.

W. Friedmann dalam bukunya "Legal Theory" sebagaimana dikutip Utrecht dalam bukunya "Pengantar dalam Hukum Indonesia" menyimpulkan pokok-pokok pendapat Von Savigny sebagai berikut:

  • Hukum tidak dibuat (hasil penggunaan rasio), tetapi ditemukan
  • Masyarakat dunia terbagi dalam banyak masyarakat, yang masing-masing memiliki semangat bangsanya sendiri. Sumber hukum satu satunya adalah kesadaran hukum rakyat. Kesadaran hukum rakyat inilah yang menjadi dasar (hukum) kebiasaan maupun hukum undang-undang. Maka daripada itu, hukum kebiasaan dan undang-undang kedudukannya sederajat.
  • Yang menjadid satu-satunya sumber hukum ialah kesadaran hukum rakyat. Kebiasaan dan undang-undang sebenarnya bukan sumber dari hukum, tetapi hanya suatu kenbron "sumber pengetahuan hukum" yang membuktikan adanya hukum tersebut

2. Ajaran Positivisme Hukum

Pada abad ke-19 kepercayaan kepada ajaran hukum alam yang rasionalistis hampir ditinggalkan. Hal ini dikarenakan pengaruh Cultuur Historisch School yang mengakibatkan semakin kuatnya aliran lain yang menggantikannya, yaitu aliran positivisme hukum (rechts positivism). Nama lain dari aliran ini adalah aliran legitimisme.

Aliran legitilisme begitu mengagungkan hukum tertulis, sehingga aliran ini beranggapan bahwasanya tidak ada norma hukum diluar hukum positif, semua persoalan dalam kehidupan masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Pandangan yang begitu mengagung-agungkan hukum tertulis pada positivisme hukum ini pada hakekatnya merupakan penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis  itu, sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.

Salah seorang tokoh penganut positivisme hukum, John Austin (1790-1861) yang merupakan seorang ahli hukum inggris, menyatakan bahwsanya satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Sedangkan sumber-sumber lain hanyalah sebagai sumber yang lebih rendah. Sumber itu adalah pembuatnya langsung, yaitu pihak yang memiliki kedaulatan atau badan perundang-undangan yang tertinggi, dan semua hukum dialirkan dari sumber tersebut. Hukum yang bersumber dari situ harus ditaati tanpa syarat,sekalipun dirasa tidak adil.

Menurut pendapat Austin, hukum terlepas dari soal keadilan dan terlepas  dari soal baik buruk. Karena itu, ilmu hukum tugasnya hanyalah menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum hanya berurusan dengan hukum positif, yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan dan keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam satu negara.

Seorang tokoh penganut aliran positivisme yaitu Hart mengemukakan berbagai arti dari positivisme tersebut sebagai berikut:

  • Hukum adalah perintah
  • Analisa terhadap konsep-konsep hukum berbeda dengan studi sosiologis, historis, dan penilaian kritis
  • Putusan-putusan dapat di deduksi secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijaksanaan dan moralitas
  • Penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian
  • Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum, harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline