Lihat ke Halaman Asli

chamim faizin

Demi pena apa yang telah dituliska

Banyak Rakyat yang Masih Miskin Ketimbang Mobil Pejabat

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabar baru terdengar lagi di kalangan pejabat pemerintah kita. Sebuah ironi yang sangat menyayat ketika para pejabat mementingkan dirinya sendiri. Pemberitaan gencar tentang disahkannya uang muka pembelian mobil untuk pejabat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210,890 juta. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2010 yang mengalokasikan tunjangan uang muka sebesar Rp 116.650.000. Presiden harus mempertanggung jawabkan hal ini karena dialah yang telah menandatangani persetujuan tersebut. Inilah salah satu hal yang perlu dicermati oleh setiap pejabat publik yang berada distruktural bahwa tanda-tangan kalian sangat berarti untuk mengesahkan ataupun membatalkan sebuah kebijakan. Kalian bukan artis yang seenaknya tanda-tangan tanpa memikirkan efek dari tanda tangan tersebut. Bubuhan tinda hitam diatas kertas putih kalian sangat berarti kawan. Itulah beratnya ketika menjabat, tanda tyangan jangan disepelekan. Bukan masalah tanda tangannya, tapi tanggung jawab atas tanda tangan tersebut.

Presiden Joko Widodo mengaku tidak mencermati satu per satu usulan peraturan yang harus ditandatanganinya, termasuk soal lolosnya anggaran kenaikan uang muka pembelian mobil untuk pejabat negara. Menurut dia, Kementerian Keuangan seharusnya bisa menyeleksi soal baik dan buruknya sebuah kebijakan.

"Tidak semua hal itu saya ketahui 100 persen. Artinya, hal-hal seperti itu harusnya di kementerian. Kementerian men-screeningapakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini," ujar Jokowi saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (5/4/2015).

Jokowi menceritakan, setiap harinya dia harus menandatangani dokumen yang begitu banyak. Sehingga, sebagai orang nomor satu negeri ini, Jokowi mengakui dirinya tidak selalu memeriksa semua dokumen itu.

"Apakah saya harus cek satu-satu? Berarti enggak usah ada administrator lain dong kalo presiden masih ngecekin satu-satu," kata dia.

Jokowi membantah bahwa dirinya kecolongan dalam kebijakan yang mengundang kontroversi kali ini. Dia hanya menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang melibatkan uang negara yang besar seharusnya dibahas dalam rapat terbatas atau rapat kabinet.

"Tidak lantas disorong-sorong seperti ini," ucap dia.

Setelah itu kita tahu, bahwa kebiasaan seakan akan presiden punya hak kebenaran atas dirinya dan hak untuk tidak disalahkan. Sebetulnya dia ini manusia bukan, jika manusia pasti punya salah dan lupa. Dan jika selalu benar dijadikanlah sebuah peraturan atau perundang-undangan yang disahkan oleh semua orang dan dijadikan petunjuk karena kebenaran itu. Lagi-lagi kesalahan itu memang bukan murni dari dia semata. Ada dari menteri keuangan yang tidak mengecek secara detail, ada dari si pembuat undang-undang yang memang haus akan hal itu.

Ya, sekali lagi teliti dalam hal apapun terlebih soal kebijakan yang menyangkut kepentingan banyak orang. Bukannya banyak orang yang ada di pejabat pemerintah melainkan banyak orang yang menyangkut harkat hidup rakyat Indonesia. Mobil pejabat yang mewah masih bisa digunakan untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat.

Jika kita kalkulasikan dari kenaikan anggaran tersebut didapatkan bahwa Rp 210.890.000 - Rp 116.650.000 = Rp 94.240.000,- Angka yang tidak setidiknya, kita telah kecolongan 94 juta... eh jangan berhenti dulu. Kita belum kalikan berapa pejabat yang akan mendapatkan ini... Mereka yang mendapat uang muka ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (560 orang), anggota Dewan Perwakilan Daerah (132 orang), hakim agung (40 orang), hakim konstitusi (9 orang), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (5 orang), dan anggota Komisi Yudisial (7 orang).

Total pejabat yang mendapatkannya = ada 753 orang, wah jumlah yang tidak sedikit juga itu. Nah baru kita kalikan Rp 94.240.000,- x 753 orang = Rp 70.962.720.000. Wah tambah luar biasa angkanya. 70 MILYAR sobat.... Jika kita coba beri makan rakyat miskin yang kelaparan, kadang tidak tau apakah bisa makan atau tidak bukan mau makan apa. Per makanan kita kasih jatah 10 ribu. Rp 70.962.720.000/10.000, maka ita bisa memberi makan sebanyak 7.096.272 jiwa. Luar biasa kan... Coba kita bisa alokasikan dana itu ke hal yang lebih bermanfaat, misal fasilitas publik, kesehatan, pendidikan, dll. Kita coba berfikir kearah yang lebih meluas dan mencakup kesejahteraan banyak orang, lebih banyak orang lagi ketimbang pejabat pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline