Lihat ke Halaman Asli

Merencanakan Pola Distribusi Lahan Desa Kepada Pemuda Desa Yang Beralih Profesi Sebagai Petani di Kabupaten Buru

Diperbarui: 27 Agustus 2015   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo

Sekelumit ketika memahami geografis Kabupaten Buru, merupakan bentangan alam yang sangat luas, dengan segala potensi serta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya merupakan sebuah anugrah bagi kita semua yang saat ini berdomisili di “Tanah Bupolo” daerah yang kita cintai bersama. Apa yang menjadi permasalahan yaitu bagaimana kemudian potensi lahan dapat terdistribusi guna menunjang pembangunan serta keberlanjutan hidup masyarakat.

Secara umum, karakteristik masyarakat desa menurut James Scott menyatakan bahwa petani terutama di pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan patron-klien paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan social (social security). Petani jarang tampil mengambil suatu keputusan yang berisiko, karena petani akan memikirkan keamanan terlebih dahulu (safety first). Begitu pula dengan fenomena masyarakat desa di Kabupaten Buru yang lebih terpolakan akibat kultur setempat sehingga untuk keluar dan berinovasi semakin sulit rasanya, maka hal terpenting dilakukan adalah melakukan sesuatu yang melahirkan rasa nyaman.

Masyarakat terpola menjadi agraris dan maritim, namun tidak demikian ada juga percampuran antara keduanya dimana satu desa memiliki potensi pertanian maupun perikanan, dan kondisi ini banyak kita jumpai pada hampir di setiap wilayah Kabupaten Buru. Pola pekerjaan yang mengharuskan seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya di sektor perikanan maka optimalisasi lahan pertanian semakin sulit diwujudkan, tetapi di balik itu ada potensi sumberdaya manusia yang bisa di arahkan yakni pemuda-pemuda desa yang sekiranya memiliki keterbatasan untuk usaha perikanan maupun akses mereka terhadap sumberdaya perikanan. Maka dengan demikian peluang untuk optimalisasi lahan-lahan pertanian di kawasan pesisir semakin terbuka.

Memahami pengertian yang luas digunakan tentang lahan ialah suatu daerah permukaan daratan bumi yang ciri‐cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini, sejauh tanda‐tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh murad atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa mendatang (FAO, 1976 dalam Notohadiprawiro, 1991). Dalam lingkup wilayah yang luas, lahan adalah resource (sumber) diperolehnya bahan mentah yang dibutuhkan untuk menunjang keberlangsungan kehidupan manusia dan kegiatannya. Dalam konteks resource use lahan diklasifikasikan kedalam beberapa kategori, yaitu pertambangan, pertanian, pengembalaan dan perhutanan.

Mendistribusikan lahan-lahan “nganggur” di desa kepada para pemuda yang mau beralih profesi sebagai petani bukanlah sesuatu yang mudah, Pemerintah daerah harus dengan hati-hati dan bijaksana untuk mendesain pola distribusi lahan bila kemudian menyepakati distribusi lahan kepada pemuda yang beralih profesi. Memilih pola distribusi lahan adalah objektifikasi atas luas lahan yang belum tergarap dengan jumlah sumberdaya manusia yang tersedia.

Terkait dengan bentuk distribusi keruangan pemanfaatan lahan, terdapat beberapa teori mengenai bentuk distribusi keruangan. Bintarto (1977) menyebutkan setidaknya tiga bentuk keruangan penggunaan lahan permukiman/perumahan terutama di daerah perdesaan yakni, Nucleated Agriculture Village Community, Line Village Community , Open country or trade center community. Maka hal terpenting yang perlu ditindak lanjuti adalah bagaimana Pemerintah daerah mau mengakomodir kepentingan dalam optimalisasi lahan-lahan di desa untuk kemudian dikelola oleh pemuda desa dengan orientasi pemberdayaan. Semoga campur tangan pemerintah daerah untuk mendistribusikan lahan kepada pemuda desa dapat menuai keberhasilan untuk memperkuat ekonomi desa serta ketahanan pangan daerah.

 

Referensi;

Bintarto R. 1977. Geografi Sosial. Yogyakarta.

Rayes, M.L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. CV Andi Offset. Yogyakarta

Trigus Eko. 2012. Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya terhadap RDTR,  Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Volume 8 (4): 330‐340.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline