Lihat ke Halaman Asli

Mempertanyakan Keberpihakan Anies-Sandi Kepada "Warga Jakarta"?

Diperbarui: 26 Januari 2018   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama kampanye Pilkada DKI Jakarta, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sering melontarkan gagasan terkait keberpihakkan. Ia mengklaim bahwa pemerintahannya nanti akan berpihak pada masyarakat kecil yang selama ini terpinggirkan.

Pasca terpilih menjadi Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies-Sandi merancang kebijakan yang diklaimnya untuk mewujudkan gagasannya tersebut.

Namun anehnya hingga 100 hari kepemimpinannya di Jakarta tampaknya apa yang dikerjakan Anies-Sandi justru menjauhi dari apa yang pernah digagasnya di atas. Kebijakan yang diterapkannya terlihat tidak menguntungkan masyarakat kecil, justru sebaliknya malah banyak yang merugikan mereka. Jadi pertanyaannya untuk siapa yang keberpihakan yang dimaksud Anies-Sandi?

Kita tentu ingat bahwa dalam politik dikenal sebuah kredo bahwa "tak ada makan siang yang gratis". Kepentingan menjadi dorongan utama berpihak atau tidak berpihak. Begitu pula dalam kasus Anies-Sandi di Pilkada kemarin.

Selama Pilkada DKI Jakarta, Anies-Sandi didukung kekuatan oligarki lama. Mereka yang selama ini menjadi 'jagoan', broker politik, atau pemburu rente pada masa-masa sebelumnya. Mereka berkumpul bersama dengan kelompok Islam fundamentalis untuk menjatuhkan Ahok.

Saat Anies-Sandi menang, tentu saja setiap pihak yang mendukungnya akan menuntut bagian. Terutama jatah distribusi sumber daya dari pemerintahan saat ini.

Hal tersebut, misalnya, terlihat dari kebijakan Anies-Sandi dalam menutup Jalan Jatibaru Tanah Abang. Kita tahu bahwa kebijakan tersebut pada dasarnya tidak berpihak pada pedagang, sopir dan rakyat kecil di sana, melainkan justru berpihak pada "penguasa" wilayah tersebut.

Kawasan itu selama ini dikenal sebagai jangkauan kekuasaan H. Lulung. Saat gubernur sebelumnya memimpin, Tanah Abang ditata sedemikian rupa dan dibereskan dari pungutan-pungutan liar. Hal itu membuat pemasukan para 'penguasa' di sana menjadi jauh berkurang.

Karenanya H. Lulung saat itu begitu berseteru dengan Gubernur DKI Jakarta. Ia ingin menjatuhkan Ahok saat itu. Kemudian, saat Pilkada DKI Jakarta digelar, H. Lulung dan pendukungnya turut berjuang memenangkan Anies-Sandi.

Setelah Anies-Sandi menang, tentu dukungan H. Lulung itu tidak gratis. Ia meminta 'jatahnya' dikembalikan lagi. Para PKL di Tanah Abang harus diperbolehkan berdagang lagi karena disanalah sumber pendapatannya  tersedia.

Dan, kita lihat saat ini, wilayah tersebut kembali lagi seperti beberapa tahun lalu. Hal itu diwujudkan Anies-Sandi dalam kebijakan penutupan Jalan Jatibaru untuk berdagang para PKL.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline