Lihat ke Halaman Asli

Cecilia Tantri

Mahasiswi Sosiologi UNJ

Eksistensi Bansos Covid-19 Selama Dua Tahun Terakhir

Diperbarui: 31 Oktober 2021   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seluruh dunia dihadapi dengan keadaan yang pandemi COVID-19 yang tiba-tiba dan mengharuskan masyarakat dunia untuk beradaptasi dengan kehidupan yang tentunya berbeda dengan kehidupan sebelum pandemi. Banyak negara maupun kehidupan orang perseorangan yang terdampak karena pandemi ini, termasuk Indonesia dan masyarakat yang berada di dalamnya.

Pandemi COVID-19 memaksa masyarakat untuk mengurangi interaksi dengan satu sama lain. Dimana hal ini merupakan suatu perubahan drastis bagi kehidupan masyarakat, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan interaksi antar satu sama lain. Hal ini dilakukan dengan "merumahkan" sebagian besar masyarakat dan mengurangi mobilitas masyarakat agar tidak terjadi banyak interaksi masyarakat yang dapat mengakibatkan transmisi atau penularan virus COVID-19. 

Pemerintah pun memiliki peran penting sebagai pembuat kebijakan yang fungsinya mengontrol masyarakat. Kebijakan-kebijakan seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang dibuat pada awal pandemi tahun 2020 serta PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang dilaksanakan pada awal tahun 2021. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menekan angka penularan COVID-19 dengan meminimalisir mobilitas dan interaksi masyarakat.

Namun, pengurangan mobilitas dan interaksi masyarakat ini tidak mungkin tidak menimbulkan pro dan kontra, karena dengan adanya PPKM ataupun PSBB, masyarakat menjadi sulit untuk bekerja (khususnya mereka yang merupakan pedagang jalanan, ojek, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang mengharuskan mereka untuk terjun langsung ke jalan). 

Dampak dari kesulitan ini tentu saja masyarakat merasa sulit juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dikarenakan pendapatan yang mereka dapatkan menurun drastis bahkan tidak sedikit pula yang benar-benar kehilangan pekerjaannya karena perusahaan mem-PHK mereka. Padahal, kebutuhan sehari-hari tidak bisa menunggu. Kebutuhan sehari-hari harus selalu dipenuhi. Akan selalu ada perut lapar yang harus diberi makan setiap hari.

Maka dari itu, pemerintah pun memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat selama PSBB dan PPKM. Bansos yang diberikan ada yang berbentuk bahan-bahan sembako dan ada pula yang merupakan uang tunai. Bansos ini diharapkan dapat meringankan beban dan memenuhi kebutuhan dasar harian masyarakat.

Bansos ini awalnya dinamakan "Bansos Presiden" yang sasarannya adalah diberikan kepada masyarakat DKI Jakarta dan kota serta kabupaten lain yang bertetanggaan dengan DKI Jakarta. Bansos ini diberikan selama tiga bulan yaitu mulai bulan April 2020 hingga Juni 2020. Pemerintah memberikan bansos dua kali dalam satu bulan, sehingga total ada enam kali selama tiga bulan. 

Satu kantong bansos bernilai Rp 300.000 yang di dalamnya berisi beras, minyak goreng, kecap manis, sambal, mie instan, sarden, kornet sapi, teh celup, susu UHT, sabun batang, lalu termasuk dengan goodie bag yang dibuat dengan desain khusus untuk menandakan bantuan tersebut merupakan bansos dari presiden.

Kebanyakan informasi mengenai COVID-19 ini disampaikan melalui video, bukan hanya teks saja. Informasi mengenai bansos ini juga disalurkan melalui salah satu video di kanal youtube Kemensos (Linjamsos Oke). Dalam video tersebut, Dirjen Linjamsos, Pepen Nazaruddin menyampaikan mengenai detil-detil bansos presiden dan juga menyampaikan, "Silakan dicermati, kami dibantu, jika nanti pas eksekusi ada hal-hal yang berbeda tentunya dapat disampaikan kepada kami." Setelah menunjukkan detil-detil isi bansos tersebut.

Bansos ada karena tujuannya untuk membantu masyarakat melewati masa-masa sulit pandemi COVID-19. Bansos yang awalnya hanya berencana diberikan selama tiga bulan dari bulan April 2020 hingga Juni 2020, diperpanjang karena masyarakat dinilai masih membutuhkan bantuan tersebut. Namun, mengejutkannya, ada hal tidak terduga yang terjadi selama pemberian bansos. 

Pada 6 Desember 2020, Juliari Batubara (Mantan Menteri Sosial) sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi COVID-19. Ada beberapa nama lain yang turut dijadikan tersangka oleh KPK terhadap kasus yang sama. Menurut KPK, total uang suap yang diterima Juliari mencapai Rp 17 Miliar, dan uang ini digunakan untuk keperluan pribadi Juliari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline