Lihat ke Halaman Asli

Carrisa Yumna Nabila Bakti

Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Airlangga

Multitasking, Kinerja Meningkat atau Malah Sebaliknya?

Diperbarui: 25 Juni 2022   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa sih yang belum pernah melakukan multitasking?

Pada era dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat ini, melakukan dua atau tiga hal dalam waktu yang bersamaan adalah hal yang lumrah. Mulai dari makan bakso sambil scroll timeline TikTok, hingga menulis esai sambil melaksanakan rapat daring. Peralihan kilat dari pekerjaan satu ke pekerjaan yang lain nampaknya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manusia modern.

Ketika kita mencari kata kunci multitasking di media sosial, tak ayal unggahan-unggahan terkait akan muncul di layar ponsel kita. Tetapi, tidakkah kalian menyadari bahwa di antara sekian banyak unggahan dengan topik multitasking, mengandung kontradiksi antara satu sama lain? Sebagian mengatakan bahwa hal tersebut dapat meningkatkan kinerja otak karena lebih banyak neuron yang aktif jika dibandingkan dengan fokus pada satu hal, sebagian lain mengatakan bahwa dengan multitasking ingatan individu akan menurun secara signifikan. Jika sudah begini, maka pihak mana yang dapat dipercaya?

Terdapat sebuah penelitian yang menyatakan bahwa multitasking dipengaruhi oleh faktor kecerdasan, kepribadian, dan cara kerja. Secara spesifik, multitasking dapat dilakukan oleh semua orang, tetapi tidak semua orang dapat secara produktif dalam melakukan pekerjaan tambahan. Multitasking secara tidak langsung meningkatkan kinerja dengan catatan individu tersebut telah terbiasa melakukannya dan dapat menentukan skala prioritasnya. Pekerjaan yang dilakukan harus linier, seperti mendengarkan penjelasan guru sambil mencatatnya di kertas, bukan berbincang bersama teman sambil memainkan ponsel.

Penelitian lain mengatakan bahwa multitasking dapat menurunkan performa belajar. Seorang multitasker sering merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas utama karena mereka cenderung terlewat informasi penting yang terkait. Beban kerja yang diemban juga dipersepsikan sebagai ancaman sehingga mereka lebih mudah terserang stress.

Kita tidak bisa menampik fakta bahwa dengan multitasking, perkerjaan kita lebih cepat selesai. Dalam beberapa organisasi, para multitasker mendapatkan lencana kehormatan karena mereka mampu mengerjakan beberapa hal dalam waktu yang bersamaan meskipun hal tersebut berada di luar jobdesk mereka. Tetapi jika budaya ini terus berjalan, apakah iklim pekerjaan dalam perusahaan tersebut lantas menjadikan para pekerjanya produktif?

Dari sekian banyak studi yang meneliti multitasking dalam konteks pekerjaan, jawabannya ialah tidak. Pada mulanya, mungkin perusahaan terbantu karena segala pekerjaan semakin cepat dirampungkan, tetapi tidak untuk jangka waktu yang panjang. Produktivitas para pekerjanya akan menurun secara signifikan karena fokus mereka sering terbagi. Hasil yang diperoleh pun tak maksimal, tentunya ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu perusahaan.

Nah, setelah menyimak uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya multitasking ialah pisau bermata dua. Multitasking dapat meningkatkan kinerja individu jika dua hal yang ia lakukan merupakan kegiatan yang linier, begitu pula sebaliknya. Multitasking dapat dilakukan jika kita pintar dalam manajemen waktu dan prioritas. Beberapa ilmuwan bahkan menyarankan kita untuk fokus pada 1 hal agar kita benar-benar bisa mendapatkan esensi dari hal tersebut.

Jadi, kalian tim monotasking atau multitasking?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline