Lihat ke Halaman Asli

MOH SYIHABUDDIN

Pemikir Muda Islam Indonesia

Makna Cinta bagi Sang Professor Habibie dan Sang Kiai Mbah Moen

Diperbarui: 13 September 2019   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir bulan ini di tahun 2019 Indonesia telah kehilangan dua tokoh Nasional yang berkontribusi penting terhadap eksistensi keilmuan Islam Indonesia. KH. Maemon Zubair yang wafat pada usia yang ke-91 tahun dan Profesor Dr. Baharuddin Jusuf Habibie yang wafat pada usia ke-85 tahun. Keduanya merupakan sosok pemikir dan orang penting yang dimiliki Indonesia sebagai sebuah negara yang besar dan bangsa yang beragam. Bisa dikatakan bahwa kepergian keduanya merupakan lembaran sedih bagi bangsa Indonesia.

Keduanya memiliki sisi kesamaan dan perbedaan yang cukup mencolok jika disejajarkan. Sehingga akan kelihatan sisi-sisi yang cukup berharga yang harus dipelajari oleh masyarakat milennial dewasa ini.

Mbah Moen, sapaan akrab pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang ini adalah sosok ulama yang tekun mengajarkan ilmu-ilmu kesilaman kepada generasi muda Islam. Murid-muridnya sudah tersebar diberbagai daerah (Jawa, Sumatra, Kalimantan) dengan menyebarkan ilmu yang sama yang diajarkan oleh mbah Moen. Tekun mengabdi pada pengajaran keagamaan, rajin menyebarkan dakwah keislaman, dan santun memberikan wawasan serta wejangan. Singkat kata sebutlah Mbah Moen sebagai sang Kiai. Sosok orang yang berilmu yang keilmuannya diakui oleh masyarakat dan dibentuk oleh kepribadiannya di mata masyarakat.

Eyang Habibie, sapaan akrab sang profesor alumnus Jerman, adalah sosok profesor yang pernah menjadikan Indonesia terangkat namanya karena kecerdasan pemikiran dan ide-idenya. Beliaulah yang memprakarsai berdirinya PT. Dirgantara Indonesia yang terkenal itu yang pernah memproduksi pesawat terbang hasil karya anak bangsa. Kemampuannya dalam bidang sains dan industri sudah tidak bisa diragukan lagi. Kecerdasannya dibentuk di dalam kampus, dan mendapatkan gelar dari kampus yang kredibilitasnya diakui di seluruh dunia. Julukan sang Profesor cukup layak disandang dan memang beliau juga seorang profesor.

Jika sang kiai telah mengembangkan keilmuan agama Islam melalui pesantren, maka sang profesor mengembangkan keilmuan dibidang sains melalui perguruan tinggi. Jika sang kiai besar dan membesarkan PPP (Partai Persatuan Pembangunan), maka sang profesor besar dan membesarkan Partai Golkar. Jika sang kiai berkontribusi pada umat Islam Indonesia melalui Nahdlatul Ulama yang mempresentasikan Islam Tradisionalis, maka sang profesor berkontribusi pada umat Islam Indonesia melalui ICMI yang memrepresentasikan Islam Modernis. Secara garis besar keduanya merupakan pahlawan bagi bangsa Indonesia, anak cerdas yang dimiliki oleh agamanya, kader terbaik yang berproses melalui organisasinya dan sosok panutan yang layak diteladani oleh generasi milenial Indonesia.

Melalui berbagai kitab-kitab sandurannya dan pengajiannya di pondok pesantren Al-Anwar yang berbahasa Arab sang kiai bisa dikenal dan akrab ditelinga bangsa Indonesia. Beliau sosok yang hebat dalam membina generasi Muslim yang taat beribadah dan rajin mengembangkan berbagai disiplin keilmuan Islam.

Melalui jabatannya sebagai presiden RI ke-3 dan novelnya yang difilmkan dengan judul Habibi Ainun dan Rudi Habibi sang profesor melambungkan namanya yang memberikan banyak inspirasi bagi generasi muda Indonesia. Ketekunan belajarnya dan cinta sucinya pada sang istri menginspirasi kesetiaan cinta ala Layla-Majnun baru bagi Indonesia. Banyak mahasiswa yang terinspirasi dengan ketekunan sang profesor dan menjadikan jalan ke Jerman sebagai tempat untuk mengikuti jejaknya.

Dalam hal warisan keturunan dan anak didik sang kiai melahirkan banyak sosok santri dan kiai muda yang mengikuti jejaknya, mengajar kitab kuning ala pesantren dan mendirikan pesantren pula. Para santrinya selalu sowan dan bersilaturrahim kepada beliau setiap syawal datang yang menjadikan rumahnya tidak pernah sepi tamu dari berbagai kalangan.

Begitu pula dengan sang profesor, yang melahirkan banyak anak-anak yang mengikuti jejaknya. Anak didiknya dan putra-putranya menjadi generasi muda yang mampu mandiri secara ekonomi, menduduki posisi penting di beberapa instansi pemerintahan maupun swasta, dan bisa menjadi penerus yang ideal dalam mengembangkan Indonesia sebagai negara yang maju mengikuti jejak-jejaknya Jerman ataupun negeri Eropa lainnya.

Sisi-sisi kesamaan inilah yang sangat penting bagi generasi muda agar diteladani dan bisa memberikan kemanfaatan bagi kebaikan dan kebesaran Indonesia. Beliau berdua menjadi tokoh yang patut dijadikan catatan pada lembaran Sejarah Tokoh-Tokoh yang Mengubah Indonesia atau Tokoh Penting yang Menginspirasi Generasi Indonesia.

Mungkin sang profesor lebih "keren" dan lebih "elegan" dari pada sang kiai. Karena sang profesor mampu menghasilkan novel dan film yang best seller, tumbuh di lingkungan elit Perguruan Tinggi Luar Negeri dan gelarnya membutuhkan proses yang panjang dan berat. Lalu pemikirannya mampu berkontribusi bagi pengembangan industrialisasi dan tehnologi bagi Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline