Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama ini selalu menjadi anak kandung negara, lahir dari rahim konstitusi, dan besar di bawah pelukan birokrasi. Sebagai alat negara, BUMN dimandatkan bukan hanya untuk mencari laba, tetapi juga untuk melayani publik, memperkuat ketahanan ekonomi, bahkan menjadi pionir pembangunan nasional. Inilah yang disebut sebagai Logika negara. Logika ini menempatkan BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk menjalankan fungsi sosial dan politik ekonomi.
Namun perubahan zaman tidak bisa ditolak. Gelombang globalisasi, persaingan pasar bebas, dan tuntutan efisiensi mengharuskan BUMN untuk tidak lagi hanya berpatokan pada prinsip melayani, tetapi juga pada prinsip bertahan hidup dan menang dalam kompetisi. Logika bisnis masuk ke dalam relung manajemen BUMN. BUMN mengejar keuntungan, meningkatkan nilai tambah, dan bertindak rasional sebagaimana perusahaan swasta bertindak.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN secara eksplisit memantapkan perubahan paradigma ini. Di satu sisi, negara tetap menjadi pemilik, tetapi di sisi lain, pengelolaan BUMN diarahkan dengan prinsip korporasi modern. Pasal 1A ayat (1) menegaskan antara lain bahwa BUMN berasaskan efisiensi berkeadilan dan tata kelola perusahaan yang baik. Ini adalah fondasi utama logika bisnis. Keberhasilan BUMN diukur dari kemampuan menciptakan nilai ekonomi, bukan hanya sekadar menjalankan tugas negara.
Lebih jauh, dalam Pasal 2, disebutkan bahwa tujuan BUMN adalah untuk memberikan kontribusi bagi penerimaan negara dan perkembangan ekonomi nasional. Penekanan pada kata "kontribusi" dan "perkembangan" memperlihatkan bagaimana Logika Bisnis mulai mengemuka: BUMN tidak lagi sekadar menjalankan proyek-proyek sosial, tetapi harus mampu menghasilkan dampak nyata dan terukur bagi perekonomian.
Munculnya konsep Holding BUMN, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, serta mekanisme restrukturisasi dan privatisasi diatur rinci dalam undang-undang ini. Semua itu adalah cermin dari adopsi pola pikir korporasi: mengelola aset negara seperti portofolio investasi, memaksimalkan keuntungan, mengelola risiko bisnis, dan merampingkan struktur organisasi. Dalam konteks ini, negara tidak lagi mengendalikan setiap gerak BUMN secara operasional, melainkan bertindak sebagai pemegang saham aktif yang mengawasi dan menetapkan arah strategis.
Namun tarik menarik antara logika negara dan logika bisnis tidak bisa dihindari. Di satu sisi, BUMN tetap dibebani misi sosial, seperti menjaga harga energi tetap terjangkau atau memastikan layanan publik sampai ke daerah terpencil. Di sisi lain, tuntutan pasar mengharuskan BUMN bergerak cepat, lincah, dan berorientasi profit. Di sinilah kompleksitas tata kelola BUMN terletak, yaitu bagaimana menyeimbangkan antara mandat sosial dan tuntutan bisnis.
Pada praktiknya, konflik kepentingan antara dua logika ini bisa menjadi sumber ketegangan. Ketika BUMN dipaksa melayani kepentingan politik sesaat, daya saingnya bisa terkikis. Sebaliknya, ketika BUMN terlalu agresif mengejar keuntungan, fungsi sosialnya bisa terabaikan. Maka, yang dibutuhkan adalah desain kelembagaan yang cerdas: memastikan bahwa BUMN tetap setia pada tujuan nasional, tetapi dalam jalur yang mengadopsi prinsip-prinsip bisnis modern.
Institutional logic BUMN hari ini adalah medan dialektika antara dua dunia. Negara harus cermat dalam kendali. Negara cukup kuat untuk memastikan BUMN tidak melenceng dari tujuan pembangunan, tetapi cukup bijak untuk membiarkan profesionalisme bisnis bekerja. Keberhasilan BUMN di era baru ini tidak lagi hanya diukur dari seberapa besar kontribusi politiknya, tetapi dari seberapa besar nilai tambah ekonomi dan sosial yang mampu ia ciptakan secara berkelanjutan.
Misi ini bukan hanya tentang manajemen perusahaan, melainkan tentang menjaga keseimbangan yang rapuh antara idealisme negara dan realitas pasar. Pada Dan dala keseimbangan itulah, masa depan BUMN akan ditentukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI