Lihat ke Halaman Asli

Hadi Saksono

TERVERIFIKASI

AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Mengapa Toge Goreng Direbus, Masih Menjadi Misteri?

Diperbarui: 14 Mei 2023   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toge Goreng. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Siang itu, saya tengah melintas di kawasan selatan Bogor, tepatnya di kawasan Cijeruk untuk menuju Desa Cigombong. Saat melintas di Jalan Raya Cihideung, saya teringat ada salah satu tempat istirahat yang sering saya singgahi.

Salah satu menu khas Bogor yang dijual di tempat istirahat itu, adalah Toge Goreng. Bagi para penikmat kuliner nusantara, mungkin nama makanan ini sudah tak asing lagi.

Adapun penulisan yang lazim untuk kuliner yang satu ini adalah Toge Goreng. Toge, bukan taoge yang merupakan ejaan baku sesuai KBBI. Setidaknya itu yang tertulis di plang nama Toge Goreng Pak Abung, yang berlokasi di tempat istirahat dengan aneka pilihan kedai kuliner di Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Bogor ini.

Gerai Toge Goreng Pak Abung, Cijeruk, Bogor. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sebelum menempati rest area tersebut, Pak Abung memulai berjualan toge goreng dengan berjualan keliling, hingga akhirnya menempati tempat istirahat yang berlokasi persis di jalan utama yang kerap dijadikan jalur alternatif dari Bogor menuju Sukabumi itu.

Setelah memarkirkan kendaraan, saya pun memesan satu porsi toge goreng. Dan langsung sang penjual mencampur tauge yang ada di dalam 'penggorengan' yang berbentuk semacam baki, dengan sejumput mi kuning.

Campuran tauge dan mi kuning itu kemudian disajikan di atas piring saji, dengan diberi kuah yang terbuat dari campuran tauco, oncom, bawang, cabai, serta bumbu lainnya. Lalu diberi irisan tahu kuning dan lontong. Dalam sekejap, toge goreng siap disantap.

Tak butuh waktu lama bagi saya untuk menghabiskan sepiring toge goreng, maklum lapar mendera sejak pagi. Ditambah ada semacam kerinduan untuk kembali menyantap kuliner khas Bogor ini.

Harga sepiring toge goreng Pak Abung pun masih belum naik, dari semenjak pertama kali saya menyantapnya di rest area ini, sekitar tiga tahun yang lalu, yakni Rp10.000 saja.

Dan pada siang hari itu, kebetulan juga tengah banyak yang bersantap toge goreng Pak Abung. Namun ada pula yang mampir untuk membeli dibawa pulang alias take away.

Sepiring toge goreng sejatinya merupakan wujud akulturasi budaya kuliner Eropa dan Tionghoa, saat kedua budaya tersebut datang ke Nusantara di masa lampau. Beberapa sejarawan kuliner menyebut, awalnya toge goreng terinspirasi dari spaghetti Italia yang dahulu lazim disantap para bangsa Eropa yang datang ke Nusantara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline