Lihat ke Halaman Asli

Sempat Duduk di Bangku SD Kelas Satu,, (dulu..)

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Jumlah penduduk Indonesia sedikitnya ada sekitar 259 juta jiwa. Dan sekitar 52,9 juta adalah mereka anak-anak (yang seharusnya) bersekolah. Berdasarkan data dari BPS tahun 2006, hanya ada sekitar 1,05 juta anak yang cerdas. Jumlah yang sedikit itu patut kita syukuri, pasalnya faktor cerdas tidakknya anak tersebut tergantung pada bagaimana kita mengarahkan mereka menjadi anak seperti apa yang anak tersebut inginkan. Bila dilihat di daerah ibu kota Jakarta, kita bisa mengamati berapa banyak anak-anak yang tidak mendapat kesempatan untuk sekedar menyentuh buku dongeng. Sedangkan di sisi lain, kita juga melihat tak sedikit pula anak-anak yang berpendidikan setaraSMP,SMA atau bahkan Perguruan Tinggi, yang menyia-nyiakan uang pemberian kedua orangtuanya yang diperolehnya dengan penuh keringat. Tak sedikti dari mereka yang tidak menyadari akan pentingnya pendidikan dan susahnya memperoleh uang untuk biaya sekolah.

Disini saya akan berbagi sedikit cerita. Ketika itu saya sedang ikut belajar bersama di TPA di daerah sekitar Kuburan Cina. Tak kurang dari lima belas anak yang semangat untuk ikut belajar, mungkin mereka tak ingin bernasib sama dengan orang tuanya. Saya pun terkagum-kagum ketika melihat seorang anak yang penampilannya (bisa dibilang) buruk. Rambutnya merah, kurus, hitam (mungkin karena suka bermain dipanasan), tetapi apa yang terjadi ketika dia mulai membaca al-qur’an? Dia seolah-olah menghipnotis saya hingga saya tercengang melihat kelancarannya membaca al-quran. (walaupun masih ada panjang pendek huruf yang kurang tepat, tapi dengan kelancarannya yang ia punya itu menjadikan ia sebagai salah-satu anak yang paling lancar membaca diantara mereka yang seumuran dengannya).

Ada juga yang sebenarnya dia ingin, dan punya semangat yang gigih serta kemampuan yang baik untuk belajar, tetapi entah apa yang menyebabkannya menjadi mudah putus asa, sehingga ia selalu berkata bahwa hal itu susah. “ah ,, susah itu kak ,, gak bisa,, ” selalu saja kata-kata itu yang ia katakan ketika saya mencoba memintanya untuk menuliskan salah satu huru hijaiyah. Tapi kemudian saya berusaha sekeras mungkin untuk membantunya. Berbagai metode telah saya coba, tapi tetap saja kata-kata “tidak bisa” yang selalu terucap dari mulutnya. Seakan dia mempunyai sesuatu yang menghambatnya untuk melakukan itu.

Setelah kemudian anak itu saya biarkan untuk menggambar dan melihat-lihat buku dongeng yang bergambar, teman saya pun berkata pada saya “aku pengen nangis” katanya. Kemudian saya menjawab “lhoh kenapa pengen nangis?”“itu,, tadi dia bilang, sempet sekolah kelas 1 SD” jawabteman saya dengan mata berkaca-kaca karena ia merasa miris mendengar itu. Saya pun terdiam sejenak dan mengamati anak itu. Ia bergabung dengan teman lainnya.Kemudian saya menghampiri kerumunan itu, sambil mengajarkan anak yang lain menulis, saya pun membujuk Bivta (nama anak itu) untuk belajar menulis lagi. Tapi dia menolak, dia berkata kalau itu sulit, dia tidak bisa melakukannya. Kemudian temannya, Zahra, berkata “dia dulu sekolah itu di atas jembata, tapi terus gak sekolah lagi” ujar sang bocah cilik yangsedang belajar menulis itu dengan muka polos dan memaparkan gigi kuningnya. Saya mencoba mencerna kata-katanya secermat dan secepat mungkin sebelum terlambat. Tapi ternyata saya terlambat, Bivta sudah terlanjur pergi.

Kalau dari gerak tubuhnya yang bisa tangkap, ia merasa malu dan malas ketika ada orang lain yang membicarakan perihal kegagalannya dalam bersekolah. Saya belum tahu apa penyebab putus sekolahnya. Mungkin bisa jadi faktor orang tua. Tapi saya cenderung pada faktor orang tua, karena bila dilihat dari segi kegigihan dia, dia sebenarnya masih sangat ingin untuk bersekolah kembali.

Suatu saat, saya berharap bisa memberi dia dorongan, menjadi teman dia, bahkan sahabat atau mungkin kakak. Karena dia juga merupakan salah satu penerus bangsa kita yang tidak boleh begitu saja disia-siakan.

Untuk kita yang masih bisa bersekolah, bersekolahlah dan manfaatkan waktu kita sebaik mungkin untuk menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain dan juga bangsa Indonesia .




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline