Lihat ke Halaman Asli

Boy Anugerah

Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Wilayah, Rakyat dan Harga Diri Bangsa

Diperbarui: 20 Desember 2017   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konvensi Montivideo di Uruguay tahun 1993 menyebutkan bahwa dua dari empat syarat utama diakuinya suatu negara di dunia internasional adalah memiliki wilayah dan rakyat, selain tentu saja pemerintahan dan pengakuan kedaulatan dari negara lain.

Posisi penting dua aspek tersebut secara eksplisit menunjukkan bahwa eksistensi suatu negara sangat ditentukan oleh wilayah yang dimiliki serta rakyat sebagai subjek sekaligus objek pemerintahan. Ancaman terhadap kedaulatan wilayah serta keselamatan rakyat merupakan ancaman terhadap eksistensi negara, juga harga diri bangsa.

Geografis Indonesia yang sangat luas, terbentang dari Sabang sampai Merauke, dengan dua per tiga wilayah kedaulatan yang berupa perairan memiliki kerentanan tinggi dari sisi pertahanan dan keamanan. Jangkauan wilayah yang luas berarti membutuhkan pengawasan dan sarana pendukung yang tidak sedikit untuk memastikan tidak ada sejengkal wilayah kedaulatanpun yang dilanggar oleh negara lain.

Aspek demografis Indonesia juga menyisakan tanda tanya besar apakah merupakan sebuah keuntungan atau hambatan. Jika jumlah penduduk yang besar memiliki produktivitas dan daya saing tinggi, kesejahteraan yang cukup, serta kohesivitas yang kuat di bidang sosial, budaya, politik, dan keamanan, maka akan menjadi sebuah keuntungan. Namun jika sebaliknya, alamat akan menjadi area kritis dalam ikhtiar menjaga kedaulatan negara.

Menarik untuk mencermati beberapa masalah yang dihadapi Indonesia akhir-akhir ini. Berulang kali militer Indonesia bergesekan dengan militer Tiongkok karena melanggar wilayah kedaulatan Indonesia di Pulau Natuna. Dalih mereka selalu sama, bahwa Pulau Natuna merupakan 'wilayah tradisional nelayan Tiongkok'. Sikap keras militer Indonesia terhadap nelayan Tiongkok yang melanggar wilayah dibalas dengan tindakan tak kalah keras dari militer Tiongkok yang memaksa agar nelayan mereka dibebaskan.

Hati kita dibuat teriris-iris mendengar kabar bahwa WNI yang bekerja sebagai ABK di Kapal TB Charles disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf di perairan Jolo, Filipina. Pemerintah Indonesia seakan tak kuasa melawan kekuatan nonnegara tersebut yang meminta tebusan untuk pembebasan tawanan.

Persoalan wilayah dan keselamatan warga negara sepatutnya diletakkan sebagai prioritas. Hal ini menyangkut martabat Indonesia sebagai bangsa terhormat. Kesemuanya itu memiliki payung hukum karena dijamin dalam pembukaan UUD 1945, Alinea ke-IV.

Pemerintah RI selaku kepanjangan tangan negara wajib menyikapi baik dalam penanganan masalah, maupun mitigasi dan perencanaan ke depan. Pendekatan komprehensif harus ditempuh agar penanganan tak terkesan gali lubang tutup lubang.

Kebijakan Sektor Pertahanan

Kebijakan sektor pertahanan mutlak menjadi penekanan mengingat ancaman yang dihadapi tertuju pada wilayah kedaulatan negara. Agar kebijakan yang ditelurkan bersifat holisitik, hal-hal yang terpaut erat seperti pola relasi antarnegara, rupa-rupa kejahatan, dan multidimensionalitas ancaman wajib diletakkan sebagai input utama kebijakan agar tak menjadi persoalan dikemudian hari.

Oleh karena itu, dalam konteks menjaga kedaulatan negara dibutuhkan kerja sama lintas kementerian atau lembaga yang solid, serta pemahaman bahwa pertahanan bukan hanya dari aspek militer, tapi juga nonmiliter.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline