Lihat ke Halaman Asli

Literasi dari Hati

Diperbarui: 18 April 2024   04:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Literasi sudah melekat dalam diriku sejak usia Sekolah Dasar. SD Negeri Gowong merupakan sekolah Inpres tempatku belajar. Bapak pun menjadi guru di sekolah tersebut. Namun yang kukagumi dari sosok Bapak adalah kecintaannya pada bacaan. Beliau selalu menyediakan buku, majalah, koran, dan bacaan-bacaan lain di rumah. Dari titik inilah aku begitu akrab dengan segala bentuk bacaan. Dari roman picisan, cerita silat, cerita wayang, cerita anak hingga buku-buku filsafat dan kritik kitab suci menjadi hal menarik untuk dipelototi. Kala itu gaung literasi belum ada sama sekali namun entah kenapa dorongan untuk membaca selalu ada. 

Kebiasaan membaca itu berkembang menjadi kegemaran menulis hingga sekarang. Saat belum marak penerbitan buku-buku indie seperti saat ini, sudah ada keinginan kuat dalam diriku untuk menjadi penulis. 

Begitu kuat pengaruh Bapak yang membentuk diriku menjadi seperti saat ini. Bapak tidak pernah mempermasalahkan penampilan fisik dengan kemelekatan benda-benda bergengsi lainnya dalam diri anak-anaknya. Namun beliau sangat sering menantang keterbukaan pemikiran dan keberanian untuk membuka diri dan menambah wawasan. Semangat itulah yang hingga kini menjadi bahan bakar bagiku untuk selalu belajar.

Selain Bapak, ada sosok lain yang berkesan hingga kini. Seorang pria keturunan Tionghoa yang sudah cukup sepuh pemilik toko buku di dekat terminal Kopada Purworejo. Toko buku kecil itu menjadi tempat favoritku melarikan diri dari STM tempatku mengajar saat jam pelajaran kosong. Ketika ada jeda dua atau tiga jam pelajaran di mana aku mempunyai kekosongan waktu mengajar, maka aku sering melarikan diri ke toko buku mungil tersebut. 

Hebatnya, bapak pemilik toko buku selalu menyambut kedatanganku dengan swnang hati. Setumpuk buku yang beliau rasa menarik bagiku diletakkan di depanku dan aku bebas membaca buku mana pun yang kusukai. Beliau selalu ramah dan baik meskipun aku tidak selalu membeli bukunya. Dan beliau tetap ingat judul dan penerbit buku yang kucari hingga dua tahun berikutnya. Setiap ada orang yang mengunjungi toko bukunya, beliau selalu mengucapkan terima kasih sekalipun tidak membeli. 

Sosok-sosok inspiratif itulah yang mendorong semangatku untuk selalu berbuat sesuatu dalam dunia literasi. Tak perlu menjadi orang besar untuk berguna. Menjadi diri sendiri apa adanya adalah langkah positif yang dicontohkan oleh dua sosok yang berpengaruh dalam perjalanan hidupku menjadi bahan bakar untuk selalu bersyukur dan berbuat baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline