Lihat ke Halaman Asli

Tepa Slira, Tepakna Awakmu Dhewe!

Diperbarui: 22 Juni 2021   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Selasa 22 Juni 2021

Mat 7:6 Dalam khotbah di bukit, Yesus bersabda "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." 

12 "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. 

13 Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; 14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."

Renungan

Ingat ke"tegel"an, kesadisan, kekejaman yang dilakukan komandan Hanra, Pertahanan Rakyat Desa kepada tetangganya yang konon melakukan pencurian kambing. Begitu teganya sang komandan ini mengarak seorang bapak dengan anaknya masuk kampung ke luar kampung Anak-anak kecil, sebaya saya diajak meramaikan "perarakan" dengan memukul-mukul aneka peralatan seperti kentongan, panci, ember, dan cangkir. Pada setiap pertigaan atau perempatan lurung kampung, mereka berhenti. Sang komandan yang memimpin aksi "prosesi"nya itu  menyuruh sang bapak mengulang-ulang kalimat yang diucapkan. "Le, aku nyolong wedhus!"

Sementara sang anak mengulang-ulang kalimat "Pak, aku nyolong wedhus!" Ketika perarakan itu sampai di halaman rumah orang tua sang bapak atau kakek nenek sang anak, kalimat yang diucapkan sang bapak berubah menjadi , "Pak aku nyolong wedhus. Mbok aku nyolong wedhus!" 

Sedangkan kalimat sang anak berganti menjadi, "Mbah kakung, aku nyolong wedhus. Mah putri aku nyolong wedhus!"  Sebuah tindakan bermutu rendah, murahan, gampangan, menerabas jalan pintas mempermalukan orang di depan umum. Menyelesaikan masalah dengan menciptakan masalah. Bijaksini, tetapi tidak bijaksana. Tindakan yang tidak mencerminkan filosofi Jawa tepa slira, jer basuki mawa bea. Filosofi bagus, namun dalam realitanya muspra, lenyap, sia-sia belaka.

Pengalaman itu dapat digunakan sebagai pijakan untuk merenungkan bacaan Injil hari ini. Filosofi Jawa tepa slira, tepakna awakmu dhewe. Jika tidak mau disakiti, dilukai, dipukul, direndahkan, dilecehkan, dibohongi, ditipu, dkk, janganlah menyakiti, melukai, memukul, merendahkan, melecehkan, membohongi, atau menipu liyan. Jika ingin dicintai, dihargai, dihormati, dibaiki, diterima, cintailah, hargailah, hormatilah, baikilah, terimalah liyan. Coba jika pelaku pencurian kambing tersebut adalah ayah dan adik sang komandan, akankah ia membuat perlakuan yang sama?

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Memperlakukan seperti  ingin diperlakukan merupakan kaidah emas kehidupan. Gaya hidup komunitas murid-murid Yesus tidak boleh abai, lalai, apalagi tidak memakai hukum emas kehidupan ini.

Tentunya ada jalan baik dan benar yang dapat ditempuh sang komandan waktu itu. Lapor kepada yang berwenang, kepolisian untuk memprosesnya. Polisi akan melakukan penyidikan , penyelidikan dst menyerahkan berkasnya kepada jaksa penuntut umum dan pengadilan menjadi ajang peradilan. Jika terbukti bersalah, dihukum sesuai dengan ancaman hukumannya. Menjatuhkan hukuman hanya kepada yang sudah terbukti bersalah, dengan hukuman sesuai ancaman hukumannya. Obyektifitas terjaga. Sehingga terhindar dari menghukum orang benar atau menjatuhkan hukuman lebih berat dari pada yang seharusnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline