Lihat ke Halaman Asli

Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy.

Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung

Pentingnya Pembelakalan Technopreneurship Syariah bagi Mantan Napiter

Diperbarui: 18 Januari 2023   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam ranka deradikalisasi para mantan Napiter, aspek yang sangat penting saat ini  untuk dilakukan oleh pemerintah, perguruan tinggi, NGO, yaitu membekali mereka dengan skill technopreneur yang berbasis syariah. entrepeneur konvensional yang selama ini diajarkan di Lembaga Pemasyarakatan saat mereka menjadi Napiter, belum tentu mereka yakini sebagai kompetensi yang benar, atau yang mendatangkan maslahah bukan mudharat. 

Ide besar yang patut dilakukan adalah bagaimana membekali para mantan Napiter tersebut dengan dengan berbagai kompetensi teknopreneur yang benar-benar syar'i, yaitu sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah,  yang menolak unsur haram, maitsir,  ghoror, dan riba.

Ketika mereka mempunyai kompetensi yang baik di bidang technopreneur, diharapkan mereka bisa kembali mendapatkan penghasilan yang bisa digunakan untuk hidup normal seperti masyarakat lainnya. Mereka dapat diterima masyarakat dengan sepenuh hati, tanpa ada kecurigaan yang disembunyikan oleh tetanganya, kolega, dan partner bisnis.

Pendidikan para mantan Napiter, biasanya lulusan SMA, beberapa di antara mereka ada yang tidak sampai menempuh SMA, tetapi di antara mereka juga banyak yang sarjana. Oleh karena itu, besara sekali peluang mereka untuk mendapatkan bekal keterampilan teknopreneur yang berbasis teknologi kekinian, namun sesuai dengan prinsip ekonomi syaraiah yang bedasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. 

Penulis dalam berfikir dan berdialog dengan para ahli di Program Studi Kajian Teroris di UI, menyimpulkan bahwa mereka yang kembali melakukan gerakan pasca keluar dari lembaga pemasyarakatan, karena mereka tidak mempunyai skill yang bisa menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah. Akhirnya mereka bergabung kemali dengan 'kelompok lama' mereka. Penting sekali untuk saat ini, adalah menggandeng mereka dengan cara pelan-pelan untuk belajar berbagai keterampilan berbasis teknopreneur untuk membangun ekonomi keluarga mereka dengan ekonomi syariah yang akan membawa keberkahan. 

Tecnopreneur yang dimaksud antara lain: pembuatan tokon online untuk menjual barang-barang produk mereka, atau reselling. mereka juga perlu dilatih memasarkan produk mereka melalui market place dan berbagai media sosial mereka. Selama ini mereka memang telah memasarkan produk miliknya dan produk teman-temannya melalui media sosial, tetapi tidak dikemas dengan baik. 

Kemasan produk tidak berpenampilan menarik,  foto-foto produk tidak diberi efek yang baik sehingga terkesan hanya apa adanya tanpa dibumbui dengan berbagai efek pencahayaan dan aksesoris yang menarik yang bisa menggoda calon pembeli untuk mencoba dan menjadi pelanggan setia atas produk mereka. Kalimtanya pun kurang menarik sehingga tidak manantang para pembeli untuk membaca dan membelinya. 

Ayo kita gandeng mereka dengan hati, mereka butuh sentuhan hati bukan selalu dicurigai. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline