Lihat ke Halaman Asli

Irham Bashori Hasba

Sekilas Tentang Irham Bashori Hasba

Skripsi: Benarkah Menakutkan?

Diperbarui: 31 Agustus 2023   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak dari dahulu kala, banyak kalangan menganggap skripsi merupakan ujian terakhir untuk memperoleh gelar sarjana menjadi ritual yang begitu sakral bahkan terbilang sangat menakutkan. Tak sedikit yang gagal lulus karena skripsi yang tidak sukses. Belum lagi, dunia perjokian untuk menggarap skripsi dengan dalih konsultan skripsi dan sebagainya yang begitu menjamur. Namun, ap aitu masih berlaku saat ini? Mengingat perkembangan teknologi data yang begitu pesat dan cepat. Bahkan menyusun skripsi saat ini tidak memerlukan tenaga ekstra karena banyaknya fasilitas yang memadai terutama untuk mencari referensi.

Kelamnya dunia per-skripsian menurut saya karena tiga hal; Pertama, tidak siapnya mahasiswa untuk menulisnya karena memang tidak terbiasa menulis. Teman saya berkata, menulis itu butuh habituasi pak. 

Bagi mahasiswa dengan rumpun ilmu sosial (tanpa bermaksud mendikotomi rumpun non sosial), modal awal seseorang untuk dapat lihai menulis skripsi adalah kesiapan sang mahasiswa untuk menulis. Untuk menulis dengan baik selain butuh habituasi, tentu kebiasaan membaca mutlak diperlukan dan harus dilakukan. Dengan membaca, kita otomatis semakin kaya dengan kata-kata dan mampu menyelaraskan penggunaan diksi dalam menuliskannya. 

Kedua, pembimbing dan dosen yang tidak manusiawi. Terkadang menulis skripsi selalu butuh penyemangat. Sang dosen pembimbing yang sulit ditemui dan "sok sibuk", sering mempengaruhi semangat si mahasiswa dalam menulis skripsi. Terkadang ketika sang dosen punya masalah pribadi dan melampiaskannya kepada anak bimbingan skripsinya juga sering terjadi dan membuat sang mahasiswa down. Atau dosen yang sangat idealis yang kurang menyadari kemampuan mahasiswanya dan menuntut mahasiswa se-perfect mungkin juga sering menjadi gara-gara kegagalan mahasiswa itu sendiri. Ditambah ketika ujian, antara pembimbing dan penguji yang terkadang beda pemikiran sering menjadikan mahasiswa yang ujian menjadi bulan-bulanan mereka. 

Ketiga, godaan teman dan games sering menjadikan mahasiswa disorientasi terhadap skripsinya dan terlalu nyaman bermain sehingga lupa dengan skripsinya.

Melalui kebijakan Mas Mentri Nadiem Makarim yang tidak lagi mewajibkan skripsi bagi mahasiswa tentu menjadi durian runtuh bagi berbagai kalangan mahasiswa. Namun sebagai orang yang sering menguji skripsi, menurut saya perlu ada pengganti skripsi yang cukup adil dan tidak memberatkan mahasiswa, seperti menggantinya dengan laporan hasil riset terapan yang dapat dibuktikan memberi feedback bagi masyarakat secara langsung, atau cukup menulis di jurnal terakreditasi dan terpublish sebagai pengganti skripsi.

Semua memiliki sisi positif dan negatifnya sekaligus. Hemat saya, sebenarnya skripsi itu tidak menakutkan kok, namun akan menjadi menakutkan jika muncul faktor eksternal seperti yang saya sebutkan tadi. Namun saya sebagai orang yang sering menguji skripsi memang lebih bersepakat jika skripsi ditiadakan tentu dengan catatan harus ada penggantinya dengan kualitas yang lebih baik dan lebih memahasiswakan mahasiswa tentunya. Mungkin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline