Lihat ke Halaman Asli

Puti Ransani Turun dari Khayangan

Diperbarui: 13 September 2017   19:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah ratusan tahun berada di khayangan Puti Ransani merasa rindu ingin kembali ke Kampung kelahirannya di Maninjau. Banyak hal yang membuat ingin segera pulang.

Ada rasa gelisah melihat kondisi Danau Maninjau yang semakin rusak walau keindahannya tetap mempesona. Maninjau memang selalu indah ketika dilihat dari Bukik Sakura atau dari Embun Pagi. Tetapi ketika didekati rupa nan berseri indah itu hilang, Danau Maninjau laksana gadis yang murung dalam sepi dan terus terasa semakin sepi. Gemercik airnya seakan mendendangkan kesedihan. Sedih karena ditinggalkan pergi oleh yang selama ini menemani. Semua pergi satu persatu semenjak kedatangan puluhan ribu Keramba Apung.

Anak-anak Danau sudah enggan berenang dan mandi di danau. Turis pun tak lagi betah memghabiskan waktu di Pinggiran Danau. Hampir setiap tahun ribuan ikan mati, bangkainya mengapung di permukaan air danau. Udara yang tadinya segar berubah menjadi busuk menyengat hidung. Orang-orang menutup hidung ketika melintas dan bergegas ingin segera menjauhi danau. Kaca-kaca mobil tertutup rapat sambil berlari kencang.

Bukan hanya itu, Rinuak dan Pensi pun mulai meninggalkan Danau. Rinuak mulai pergi menghilang entah kemana. Pensi mulai mencari kehidupan baru di bandar di pinggiran danau bahkan ada yang sampai ke anak-anak sungai Batang Antokan.

Jangan-jangan karena bau busuk itu, si Bunian pun mungkin telah pergi meninggalkan Istana megahnya di barisan bukit keliling Danau Maninjau. Tidak pernah ada lagi cerita tentang terdengarnya bunyi "Aguang" dari hutan di bukit itu tandanya Bunian Baralek Gadang.

Dan, mungkin pula Bujang Sambilan juga telah pergi, tidak kuat lagi menghuni Danau karena airnya tidak lagi bersih. Ah,... tetapi bukan itu yang utama membuat Puti Ransani ingin segera pulang. Dia ingin mencari cintanya yang dulu hilang, kasiah tak sampai. Mencari Si Giran tunangannya, anak tungga babeleang Mamak Kanduangnya Datuak Limbatang.

Cinta Puti Ransani yang yatim piatu kepada Si Giran tak sampai ke pelaminan karena terhalang restu kakak-kakak kandungnya, Bujang Sambilan. Puti Ransani dan Si Giran difitnah telah melanggar adat.

Keduanya bersumpah di tepi kawah Gunung Tinjau bahwa mereka tidak melakukan apa yang dituduhkan Bujang Sambilan. Setelah itu Puti Ransani dan Si Giran melompat kedalam kawah tetapi tubuh keduanya malah melayang, lalu dibalut awan dan membubung ke angkasa. Meninggalkan Gunung Tinjau yang kemudian meletus dan akhirnya berubah menjadi kawah besar dan kelak menjadi Danau Maninjau yang dihuni sembilan ekor Ikan Rayo jelmaan Bujang Sambilan.

Pada hari yang sangat cerah Puti Ransani turun dari khayangan. Tempat yang pertama dia tuju adalah rumah mamaknya Datuk Limbatang.
Kedatangannya disambut haru oleh Datuk Limbatang.

"Uda Giran dima kini Tek?"; tanya Puti Ransani kepada isteri mamaknya.

"Etek tidak tau Sani, sejak kejadian kalian dipuncak Gunuang dulu.... Si Giran tidak pernah lagi kembali pulang!". Jawab isteri mamaknya dengan suara bergetar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline