Lihat ke Halaman Asli

Ngenes

Diperbarui: 6 Januari 2021   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tumben-tumbennya Si Kumis bangun pagi. Padahal lepas sembahyang subuh tadi ia baru saja bisa tidur. Biasanya ia akan bangun ketika beduk lohor ditabuh. Maklum saja, rumahnya dekat langgar, ia akan dengan mudahnya mendengar suara beduk yang keras ditabuh. Dan begitulah ia setiap hari selama beberapa bulan ini. Semenjak pabrik   tutup karena wabah yang tak jelas kapan usainya, ia sudah lupa nikmatnya bangun pagi. Tapi hari ini berbeda. Ia bangun pagi. Rupa-rupanya karena perutnya terasa perih. Tampangnya masih sama, biarpun dicuci berapa kali, tetap saja sama. Masih dengan tampang bloonnya. Ia mengerjapkan mata, lalu meraba-raba kumisnya, kemudian bangkit dari kasur dan ngeloyor ke dapur.

Dilihatnya itu ember penampungan beras. Sudah habis. Diraihnya karung beras, masih ada sisa satu, beras itu bantuan pemerintah, betapa baiknya pemerintah. Begitu baik. Uang pesangon yang tak seberapa sudah menipis. Sedapnya lagi, dilihatnya beras dalam karung itu penuh kutu.

"Oh, pemerintah yang baik hati, begitu baik bukan hanya memberiku sarden kalengan yang sudah habis dalam seminggu semenjak bantuan dibagikan. Rupanya diberikannya pula aku bonus lauk. Lauk kutu pun jadilah!"

Maka dijemurnya beras itu dalam baskom. Untunglah sinar matahari begitu terik dan mendukung kegiatan membersihkan kutu ini. Dipisahkannya kutu-kutu yang keluar, dan kemudian pergilah ia ke warung membeli tepung beras.

"Jadi peyek pun baik, bukan?"

***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline