Lihat ke Halaman Asli

Ayu Setia Ningsih

Batam-Indonesia

Pendidikan Guru Penggerak untuk Menyongsong Indonesia Maju

Diperbarui: 21 Juni 2022   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: Freepik - Ilustrasi Guru Penggerak berpihak pada murid.

Koneksi Antar Materi -  Mengawali langkah kecil ini mengikuti  Pendidikan Guru Penggerak sebenarnya adalah ketidaksengajaan. Awalnya, saya hanya ikut-ikutan mendaftar saja dan hampir tidak mengetahui program ini apa dan akan mendapatkan output apa. Pendaftaran pun saya lalui dengan sedikit persiapan. Dengan izin Allah, saya lolos tahap pertama, lanjut pada tahap kedua, hingga kini saya berada di hampir penghujung pendidikan. Apa yang saya dapatkan? Pendidikan yang sangat berharga untuk bekal perjalanan saya sebagai pendidik di Indonesia ini.

Perjalanan diawali dengan perubahan mindset sebagai pendidik yang mampu untuk berpihak kepada murid. Saya bertekad untuk merubah cara belajar, cara pandang, dan paradigma saya terhadap pendidikan di Indonesia. Indonesia pada saat ini, membutuhkan gebrakan paradigma yang berfokus pada cita-cita nasional yaitu perwujudan Merdeka Belajar serta Profil Pelajar Pancasila.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan di Indonesia merupakan usaha kita bersama untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat sehingga tercapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Guru Penggerak melalui rancangan visi dan aksi nyatanya akan menyiapkan praktik baik sesuai dengan nilai dan perannya. Guru Penggerak harus mampu menjadikan peserta didiknya sebagai mitra di dalam sebuah pendidikan. Mereka adalah  adalah bibit-bibit unggul yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dengan kodrat mereka masing-masing. Kita tidak dapat memaksa mereka untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan, melainkan menuntun mereka dengan budi pekerti dan budaya positif yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Sekolah adalah ladang. Sekolah yang memiliki aset-aset penting di dalamnya merupakan sarana bagi para peserta didik untuk mencapai kebahagiaan tertinggi di dalamnya. Budaya positif yang berkembang di sebuah sekolah akan membuat para peserta didik terbiasa untuk mengetahui nilai-nilai baik yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat kelak.

Selanjutnya, mari kita melihat hak para peserta didik di dalam ruangan kelas. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap anak adalah unik. Kita tidak bisa menemui karakter dan kemampuan yang homogen di dalam sebuah ruang kelas. Kesulitan belajar pada anak adalah tantangan yang mungkin akan muncul ketika kita proses pembelajaran berlangsung. Maka dari itu, kita perlu menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di dalam kelas.

Kegiatan ini dimulai dengan memetakan kemampuan para peserta didik dan merancang pembelajaran dengan metode yang disesuaikan dengan kemampuan para peserta didik. Setiap pendidik tentunya sudah mengetahui tujuan pembelajarannya. Pembelajaran diferensiasi dalam hal ini dapat berupa penerapan diferensiasi materi, proses, hingga hasil yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

Pembelajaran sosial dan emosional juga dapat kita terapkan bersamaan dengan pembelajaran berdiferensiasi di dalam kelas. Pembelajaran sosial dan emosional dapat diartikan sebagai pembelajaran kolaboratif yang melibatkan seluruh pihak terkait yang bertujuan untuk melatih kemampuan peserta didik agar dapat memahami, mengolah, dan mengekspresikan aspek sosial dan emosional pada diri peserta didik agar sukses melakukan dalam melakukan berbagai macam aktifitas hidup seperti belajar, membangun hubungan, menyelesaikan masalah sehari-hari, dan beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan perubahan dan perkembangan.

Sejatinya, pendidik juga memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan para peserta didik mendapatkan kebahagiaan, keamanan, dan ketentraman di sekolah. Salah satu usaha untuk mewujudkannya adalah dengan penerapan praktik coaching. Menurut Grant (1999), coaching merupakan proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee.

Selanjutnya, Guru Penggerak memiliki peran sebagai pengambil keputusan dalam pemimpin pembelajaran. Pengambilan keputusan harus didasarkan kepada nilai-nilai positif yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Biasanya, seorang pemimpin memiliki pengalaman dan nilai-nilai yang dipercayainya di dalam pembuatan keputusan. Hal itu tentu saja selaras dengan pembelajaran sosial emosional. Pendidik sekaligus pemimpin pembelajaran harus mampu memiliki kontrol emosional yang baik di dalam pengambilan keputusan nantinya.

Perannya sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya pun perlu dimulai dengan paradigma bahwa memandang aset sebagai modal yang ia miliki untuk menjalankan sebuah program yang berdampak pada murid. Pada umumnya, beberapa di antara kita mudah sekali memandang masalah sebagai tantangan yang bahkan tak terpecahkan, sehingga rangkaian program tersendat hanya karena terfokus pada kekurangan aset. Namun, ketika kita berhasil memetakan kekuatan yang dimiliki, kita akan mudah mengelola sumber daya yang untuk melangsungkan program-program sekolah. Pendekatan aset ini dapat kita implementasikan juga di dalam kelas, dan masyarakat sekitar sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline