Lihat ke Halaman Asli

Ayah Tuah

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Mengenang Patah Hati

Diperbarui: 17 September 2021   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Gambar oleh Marcy/ weheartit.com via Pinterest 

Barangkali aku tak akan singgah ke kotamu, kalau hanya menyusuri kenangan pada sebuah jalan. Berhenti dekat persimpangan. Melihat-lihat keramaian pedagang kaki lima, aneka barang di etalase toko, juga para penjual makanan. 

Kita tak membeli apa-apa, tak makan apa-apa. Oh, ya, waktu itu -- mungkin -- sekitar jam 8 malam. 

Malam berikutnya kita juga tak jadi menonton film. Kau tak suka Annabelle (seram, katamu), sedang aku menunggu aksi Jacky Chan terbaru. Padahal kita sudah membeli jagung yang 'meledak', keluar ritmis dari mesin yang lucu, dalam kotak kaca. Dan minuman bersoda. Tiket bioskopnya bagaimana? Buang saja, katamu. 

Lalu kita berjalan, tanpa percakapan. Sebenarnya banyak yang hendak kukatakan, dan mungkin tak sedikit pula yang ingin kauucapkan. 

Masing-masing dari kita merasakan sunyi di keriuhan lalu-lintas. Dan dada kita begitu ramai dalam diam. Sepertinya ada jarak kenapa kita begitu. 

Hubungan yang tak pernah beranjak, barangkali. Jenuh, mungkin. Takada lagi rasa cinta? Kurasa, tidak. 

Kau begitu ambisi mengejar karirmu. Kulihat beberapa kali kau menjadi narasumber di sebuah acara televisi. Kau pun diperbincangkan di media sosial. Mm, kau mulai menjadi pesohor. 

Aku, aku melanjutkan pendidikanku. Aku juga tidak tahu, apakah ini juga sebuah ambisi atau hanya sebagai pelarian. 

Dan hubungan kita semakin dingin. 

Kau berlari, aku menghilang. Atau, aku yang tak pernah datang, dan kau yang selalu menghindar. Tapi apa pentingnya bermacam ungkapan itu. Tidak perlu dibahas lagi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline