Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Kasus Sang Harimau (Bab 22)

Diperbarui: 27 September 2022   16:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

Aku menatap mata cokelat besar yang sedang mengamatiku dengan penuh rasa ingin tahu. "Kamu bilang namamu Tarika?" aku bertanya.

"Bukan," jawab anak itu dengan tegas, Aku bilang Kar-ti-ka."

Luar biasa, pikirku. Mustahil ini sebuah kebetulan. Aku tahu Kartika adalah nama yang cukup umum, tapi mendengar nama dalam bahasa Sanskerta untuk 'Bintang' itu aneh di telingaku setelah malam itu di hotel Marbella.

Sebelum aku bisa mengatakan apa-apa lagi, pintu dibuka oleh seorang wanita berusia sekitar lima puluh tahun. Rambut hitamnya ditata dengan selera tinggi dan nyaris tidak tersentuh warna abu-abu. Masih tampak cantik meskipun tampak sifat judes di sudut bibir dan matanya. Dia memandangku dari jarak seorang ibu rumah tangga membukakan pintu untuk pedagang keliling dan berkata, "Ya?"

"Nyonya Ria Syarif?" tanyaku.

"Benar," jawabnya, masih waspada.

Aku mengeluarkan kotak kacamata dari saku. "Maaf mengganggu," aku berkata, "tetapi apakah ini milikmu?'

Nyonya Ria melihat kotak kacamata itu sejenak. Kemudian sikapnya berubah. "Saya telah merelakannya, saya anggap hilang. Saya mencarinya ke mana-mana tanpa hasil sama sekali."

Aku perhatikan bahwa ekspresinya telah melunak. Dia melangkah ke samping dan menahan pintu agar tetap terbuka. "Apakah kamu tidak mau masuk?"

Tepat sebelum kami masuk ke ruang tamu, Nyonya Ria menoleh ke anak itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline