Lihat ke Halaman Asli

Sunnah Identik dengan Bid’ah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sunnah identik dengan bid’ah? Apakah itu mungkin? Bagi yang kurang paham bahasa Arab ada kemungkinan agak bingung, karena mereka memahami sunnah bid’ah hanya dalam kerangka agama, sehingga bid’ah itu mesti lawan dari sunnah. Dari segi bahasa, secara etimologis bid’ah berarti “kreasi baru” (new creation), inovasi. Secara etimologis, sunnah berarti “tradisi baru” (new tradition). Ini kan identik. “Kreasi baru” pada dasarnya juga “tradisi baru”. Misalnya, ada yang menciptakan “kreasi baru” berupa jilbab dengan asesoris dasi kupu, maka dia juga sebenarnya meletakkan “tradisi baru” dalam berjilbab.

Dua makna bid’ah:

1. Kreasi baru, inovasi. Ini adalah arti umum (generic sense) dari bid’ah. Kreasi baru bisa menyangkut keberagamaan, sosial, politik, ekonomi, teknologi dan sebagainya.  Secara bahasa Arab itu tidak hanya digunakan dalam hal agama (Islam) tapi juga dalam berbagai aspek masyarakat. Pesawat terbang, misalnya, adalah sebuah bid’ah (kreasi baru dalam teknologi) yang diciptakan masyarakat modern. Dalam masyarakat Arab era klasik sendiri, tersebut ada seorang Badui mengatakan: ana bada’tuha min ghayr matsa (saya meng-kreasi-nya tanpa ada contoh sebelumnya). Kreasi baru bisa berupa hal yang baik (bid’ah hasanah) ataupun hal yang buruk (bid’ah sayyi’ah).

2. Sesuatu yang tidak pernah dicontohkan Nabi dalam hal keberagamaan. Dalam hal ini ada dua kriteria:

a. Syariat al-‘ibadah al-mahdah. Yakni ketentuan syariah tentang ibadah mahdah. Bid’ah dalam hal ini tidak diperbolehkan, misalnya mengubah jumlah raka’at solat maghrib, dari tiga menjadi empat raka’at. Dalam konteks inilah, bias dipahami hadits Nabi: kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalatin fi al-nar (Semua bid’ah adalah sesat dan semua yang sesat masuk neraka).

b. Syi’ar dan maslahah. Yakni hal-hal yang tidak dicontohkan oleh Nabi, namun bisa berfungsi untuk mensyiarkan Islam dan kemaslahatan uma. Misalnya: Puji-pujian di masjid yang dilakukan antara adzan dan iqamah, diyakini bisa berkontribusi positif dalam syiar Islam. Contoh lain dalam sejarah Islam adalah pembukuan hadits (tadwin al-hadits). Sebagian ulama’ pada saat itu diriwayatkan enggan melakukan pembukuan hadits karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi, namun akhirnya mereka memulai kodifikasi hadits karena melihat maslahat dari hal tersebut.

Dua makna sunnah:

1. Sunnah dalam arti umum (generic sense) berarti “tradisi baru” (new tradition), baik yang ada kaitannya dengan agama maupun tidak, baik tradisi yang jelek (sunnah hasanah) maupun tradisi yang bagus (sunnah sayyi’ah). Hadits yang relevan dalam hal ini adalah: man sanna fi al-Islam sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man ‘amila biha ba’dah min ghayr an yanqusa min ujurihim shay’un. Wa man sanna fi al-Islam sunnatan sayyi’atan kana ‘alayhi wizruha wa wizru man ‘amila biha min ba’dih  min ghayr an yanqusa min awzarihim shay’un (Siapa yang membuat tradisi baik dalam Islam, maka ia  akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengikuti tradisi itu tanpa mengurangi pahala orang yang mengikuti tradisi tersebut.  Dan siapa yang menciptakan tradisi buruk dalam Islam, maka ia akan mendapat dosanya dan dosa orang mengikuti tradisi itu tanpa mengurangi dosa orang yang mengikuti tradisi tersebut).

2. Sunnah dalam arti sesuatu yang dicontohkan Nabi (sunat al-Rasul, tradition of the Prophet).

Hadits yang relevan  hal ini adalah: man raghiba ‘an sunnati fa laysa minni (siapa yang membenci sunnahku maka bukan termasuk golonganku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline