Lihat ke Halaman Asli

Asep Imaduddin AR

Berminat pada sejarah

Para Supporter

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

[caption id="attachment_151924" align="alignleft" width="416" caption="sumber: news.bbc.co.uk/sport2"][/caption]

Siapa yang tak kenal hooligan, supporter fanatik pendukung Inggris. Atau para tifosi, penggila bola asal negeri pizza Italia. Mereka-dan supporter dari negara lain-tak diragukan lagi adalah pendukung kesebelasan asal negaranya yang dalam tingkat tertentu bahkan sering melakukan hal hal ekstrim hanya untuk sekedar melampiaskan wujud pemihakan mereka pada tim yang dijagokan. Bolehlah kita sebut sedikit bertindak anarkisme.

Ajang World Cup maupun Euro selalu saja menjadi arena yang dinanti merayakan kemenangan dan kekesalan mereka pada kesebelasan masing masing. Tak urung pihak keamanan lokal setempat mesti bekerja ekstra keras agar bentrok antar supporter tak terjadi. Para hooligan sudah sangat terkenal akan hal ini. Para tifosi juga. Para pendukung tim Panser Jerman pun tak ayal seringkali bentrok dengan hooligan dan tifosi. Tim tim besar dan kuat agaknya mempunyai pendukung yang besar dan kuat pula, dan juga fanatisme luar biasa.

Apa yang mereka tunjukkan-dalam tingkat tertentu-adalah ekspresi kultural dan wujud solidaritas yang ingin mereka bangun bahwa inilah kami, sebagai-meminjam istilah sosiologi-in group. Dan lawan kami-pendukung tim lawan-adalah out group.Kami tentu saja berbeda dengan mereka. Hal itu bisa dilihat dari tampilan fisik: kaos, atribut, syal, yel yel, dan bahkan mungkin juga bahasa. Perbedaan perbedaan yang kasat mata inilah yang sering menyebabkan dimulainya baku lempar, baku pukul, dan baku hantam antar supporter. Mereka menganggapnya lumrah, karena menurutnya, ini merupakan salah satu bentuk fanatisme terhadap kesebelasannya. Tentu saja menurut security, ini adalah kegaduhan yang tak bisa dibiarkan begitu saja, mengganggu keamanan dan ketertiban adalah salah satu alasannya.

Tak sulit untuk mencari siapa yang mendukung kesebelasan apa. Kostum yang mereka kenakan tak jauh dengan kostum yang kesebelasan yang mereka pakai saat pertandingan. Belanda identik dengan warna oranye. Italia tentulah biru. Inggris biasanya putih dengan garis silang merah di kostumnya. Brazil paduan kuning hijau, dan Indonesia tentu saja merah putih dengan lambang Pancasila di-kalau tak salah-sebelah kanan atas. Namun sayangnya, Indonesia belum pernah ke Piala Dunia dan supporternya tak pernah merasakan aroma pertandingan kelas wahid. Mudah mudahan di beberapa tahun mendatang harapan Indonesia bisa berlaga ke Piala Dunia bisa terwujud. Amien.... dan tentu saja dilanjut dengan Yaa Robbal ‘Alamien.

Lokal tentu tak mau kalah. Para supporter adalah sedikit problematika yang masih tersisa dalam dunia persepakbolaan di negeri kita. Selalu riuh dan gaduh. Beberapa yang terkenal tentu saja pendukung tim tim besar di Pulau Jawa. Persib Bandung dengan Bobotoh alias Viking, Persebaya dengan Bondo Nekat alias Bonek, Persija dengan The Jak Mania, Aremania Malang, dan beberapa yang lain. Ini urusan siapa? Tentu saja menjadi urusan insan sepakbola di nusantara.

Supporter seperti garam dalam sayuran. Tanpanya, sayur pun terasa hambar. Kalau pun garam berlebih, rasanya pun tak nyaman nan lezat di lidah. Hidup supporter Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline