Lihat ke Halaman Asli

Asep Totoh Widjaya

Keep Smile and Change Your Life

Pernikahan Massal Pendidikan Vokasi?

Diperbarui: 7 Agustus 2020   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

DUNIA industri terus berubah, kampus vokasi harus mempunyai insting dan sensitif terhadap kebutuhan dunia kerja. Perguruan Tinggi pun harus mampu menjawab kebutuhan masa kini dan masa depan dengan lulusan yang handal dan punya daya saing, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim selalu membuat gebrakan baru. Setelah Merdeka Belajar, dan Kampus Merdeka, terbaru adalah "Pernikahan Massal" sekolah atau kampus dengan industri.

Bukan jumlah sedikit, anggaran sebesar Rp 3,5 triliun dipersiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa (Kemendikbud) untuk mendorong terjadinya kerjasama yang lebih intensif antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). 

Anggaran itu terbagi ke dalam berbagai program yang ditargetkan bisa merangsang pendidikan vokasi menjalin kemitraan dengan dunia industri. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto mengatakan, program kerjasama pendidikan vokasi dengan dunia industri itu diandaikan sebagai sebuah proses perkawinan massal.

Perkawinan massal yang dimaksud adalah sebuah simbiosis mutualisme antara sektor pendidikan dan dunia industri. Sektor pendidikan yang akan disasar adalah prodi vokasi di PTN maupun PTS, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi terdapat sekitar 100 prodi vokasi di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) ditargetkan melakukan "pernikahan masal" pada tahun 2020 dengan puluhan bahkan ratusan industri.

Harus diakui jika pendidikan di Indonesia sering memiliki inovasi dan gebrakan baru, namun seolah-olah jika ganti Presiden ganti aturan, ganti menteri ganti kebijakan. Sehingga, sebagian masyarakat menganggap pemangku kebijakan sedang melakukan trial and error, akankah peserta didik dijadikan kelinci percobaan? 

Sebuah realita nyata di tengah upaya pemerintah menggenjot kualitas lulusan vokasi dalam negeri, perlu dicari solusi karena jumlah pengangguran dari lulusan SMK dan pendidikan tinggi vokasi yang masih tinggi.

Senyatanya jika terdapat kecenderungan penyelenggaraan pendidikan vokasi hanya menekankan aspek pasokan (supply side) dan tidak menimbang aspek kebutuhan (demand side). 

Padahal, aspek kedua inilah yang justru lebih menentukan tingkat keterserapan lulusan-lulusan lembaga pendidikan vokasi di pasar kerja. Pemerintah harus fokus pada upaya memperbaiki kondisi pendidikan vokasi di Indonesia, vokasi harus benar-benar 'menikah' dengan dunia usaha dan industri.

Banyak hal yang harus dilakukan untuk mempercepat implementasi konsep tersebut, pernikahan massal ini harus terjadi secara simultan dan tidak berhenti untuk improving; 

Pertama, Blue Print perencanaan pendidikan vokasi. Misalnya dengan mengkaji ulang prioritas bidang atau sektor pendidikan vokasi, melakukan perencanaan akan jumlah siswa/mahasiswa vokasi yang akan dididik dan jumlah lulusan vokasi setiap tahun dan jumlah guru/dosen/tenaga ahli/praktisi vokasi yang dibutuhkan untuk mendidik dan melatih siswa/mahasiswa tersebut. 

Kedua, Efektivitas dan efisiensi Dukungan finansial. Jumlah 3,5 Triliyun adalah dukungan dan komitmen serius pemerintah, kemudian dukungan swasta serta dunia industri akan meningkatkan kualitas pendidikan vokasi Indonesia harus tepat guna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline