Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Pencetus People Power Itu Bernama Yansen

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14173377791392350559

BERBINAR mataku, pandangi bait-bait dalam buku itu. Yansen sesungguhnya muak, lelah dan nyaris putus harapan atas lumpuhnya pembangunan di Indonesia. Orang miskin konsisten dengan kemiskinannya, orang kaya kian berdiri kokoh di menara kekayaannya. Atas segala ini, doktoral jebolan Universitas Brawijaya itu, mendentumkan gundah. Jelas sekali, penuturan Yansen berpijak pada kajian sosiologi, dijumpai olehnya, masyarakat yang lunglai, tiada berdaya, pembangunan warga desa terseok-seok, sungguh!. Maka, pantaslah ia mengawali bukunya dengan tiga rangkaian kata: Menggugat Konsep Pembangunan.

Akurat nian bila dititeli buku -dari putra seorang guru- itu: Revolusi Dari Desa. Yansen hendak membalik paradigma, pergerakan 'ide gilanya' bertumpu di muara, bukan di hulu. Ia sungguh-sungguh ingin Rakyat Membangun, bukan Membangun Rakyat. Termehek-meheklah peresensi ini, saat menuai ensiklopedi Desa Membangun, darinya. Bukan Membangun Desa yang sekian dekade diekhebisi negara, dan berujung kegagalan menyeluruh.

Buku Sang Bupati Malinau itu, 17 Oktober 2014, diluncurkan perdana di kampungnya, Malinau. Hadir energi emosional di buku itu. Bahkanpun, Yansen secara takjub mengutip perkataan Albert Einstein: “Gila, jika kita mengharapkan hasil berbeda, dengan melakukan cara yang sama” (Bab I, hal:6)

Yansen benar-benar 'membangkang' di sana, ia 'ejek' pemerintah yang hobinya menyelesaikan masalah sekaligus melahirkan aneka ragam masalah baru. Ironi bagi Yansen yang merenung: "Negara sudah bekerja keras begini, kok hasilnya begini-begini?". Ini interpretasi peresensi atas kalimat Yansen; Memang benar, setiap pemerintah yang berkuasa selalu menunjukkan kerja kerasnya dalam membangun, tetapi hasil yang diperoleh sesungguhnya tidak berdampak maksimal bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dan itu fatamorgana, tegasnya. Mantan Camat Mentarang, Kayan Hilir dan Peso itu, benar-benar memburai kritik cadasnya, karena ia cinta desanya-negerinya.

***

Peresensi sempat menggugat judul buku itu, apa tidak cukup dengan 'Revolusi Dari Desa' sajakah? Rupanya peresensi malu sendiri sebab Yansen meyakini dengan judul serupa itu, tiada afirmasi apa-apa. Hingga Yansen bertegas-tegasan bahwa yang ia maui adalah 'Kehendak Rakyat" hingga ia wajib melengkapi judul buku itu dengan: "Saatnya dalam Pembangunan Percaya kepada Rakyat". Cobalah berulang-alik pada buku setebal 180 halaman itu, bolak-baliknya. Maka, sumbunya tetap konsisten dengan GERAKAN RAKYAT. Buku yang dieditori oleh Dodi Mawardi itu jelas menelisik akan besarnya potensi rakyat, kapasitas rakyat, dan kemampuan rakyat.

Malahpun, seorang Guru Besar, Sadu Wasistiono mengantar buku ini dengan dengan sangat baiknya, profesor ini tak ragu menggelari Yansen sebagai birokrat-intelektual dan intelektual-birokrat. Hadir pesan terselubung sang penulis buku dan sang pengantar buku bahwa karya sespektakuler ini dapat tertular kepada Kepala Daerah setanah air. Terungkap sudah misteri bahwa pergerakan pokok dan ide dasar dimulai dari desa, istilah kontemporernya: 'Desa Evidance Based'. Ruas-ruas buku memanglah inspiratif, sebab di sana terjulur teori dan praktik, hingga buku ini menjadilah tutorial induk. Malinau memang beda, menyerahkan autoritas bebas aktif, seluas-luasnya kepada pemerintah desa!

Malinau memang menggoda, kerap dijuluki Bumi Intimung. Malinau berbatasan langsung dengan Nunukan, Bulungan, Tanah Tidung. Beruntunglah peresensi pernah mendarat (tahun 2011) di 'pulau terluar' ini, sempat menginjak patok-patok perbatasan teritorial Indonesia-Malaysia yang dijaga ketat oleh Tentara Nasional Indonesia.

Selanjutnya, hasil 'semedi' Yansen, lahirlah gubahan akan visi Malinau: “TERWUJUDNYA KABUPATEN MALINAU YANG AMAN, NYAMAN DAN DAMAI MELALUI GERAKAN DESA MEMBANGUN”. Visi serupa ini masihlah beraroma orde baru dan orde reformasi, namun yang membedakan karena ada pernyataan lugas nan tulus dari Sang Bupati: "Keteguhan Hati". (Bab II, Hal:18). Dan peresensi sangat apresiasi atas kenekatan Yansen untuk wujudkan mimpinya dengan Hospital Tourism (Bab II, Hal: 39). Ini konsep Paradigma Sehat yang berniat agar layanan kesehatan tidak serem lagi.

***

Di BAB III itulah sebetulnya titik klimaks dari buku sang mantan pengurus DPD KNPI itu. Di sanalah diurai tentang GERDEMA, Gerakan Desa Membangun itu, lagi-lagi Yansen menantang keniscayaan bahwa jangan ada lagi rasa ragu kepada rakyat, percayakan segalanya kepada rakyat. Buku yang diarsiteki PT.Elex Media Kompuntindo itu, sangat jelas juntrungnya: PEOPLE POWER. Sebuah ide akrobatik dari Yansen, melenceng dari 'hukum alam' negara ini -yang akrab dengan orientasi pada pemerintah- rakyat hanyalah manut-manut, nurut dan 'legowo'. Rupanya Yansen benar-benar ingin melihat rakyatnya menggeliat dengan memercayakan pengelolaan anggaran desa sebesar 1,2 Milyar. Angka yang sangat rawan, teramat berbahaya bila salah kelola. Namun, Yansen ngotot. Masyarakat desa wajib dinamis. Semua itu terpaparkan di BAB ini. Bahkan, Yansen begitu optimis, ini akan berdampak baik, sebab masyarakat merasa memiliki dana itu hingga harus dikelola sesempurna mungkin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline