Lihat ke Halaman Asli

Arnold Mamesah

TERVERIFIKASI

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

BBM Murah Meningkatkan Perekonomian? "Non Sense"!

Diperbarui: 3 Maret 2016   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi - Daftar harga bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (1/1). (KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN"][/caption]Sesat Paham

Sesat artinya keliru atau membawa pada jalan atau tujuan yang salah.

Awal Maret 2016 Pertamina sebagai "price leader" menurunkan harga produk BBM Non Premium per 1 Maret 2016; sementara pada saat yang hampir bersamaan, negara tetangga Malaysia juga melakukan penurunan harga masing-masing untuk BBM RON 95 menjadi 1,6 ringgit atau setara Rp5.120 per liter dan RON 97 dipangkas menjadi 1,97 ringgit atau sekitar Rp6.300 per liter. Sebagai perbandingan perubahan harga, per 1 Maret 2016 harga Pertamax (RON 92) dari Rp 8.150/liter menjadi Rp 7.950/liter, Pertamax Plus (RON 95) dari Rp 9.050/liter menjadi Rp 8.850/liter dan Pertalite turun dari Rp 7.600/liter menjadi Rp 7.500/liter. Pemerintah melalui Kementerian ESDM minta Pertamina menurunkan harga BBM Premium per 1 April 2016.

Pada 1 Maret 2016, Biro Pusat Statistik mengumumkan tingkat inflasi Februari 2016 besarnya -0,09% atau terjadi disinflasi; inflasi tahunan atau year on year meningkat dari 4,14% pada Januari 2016 menjadi 4,42%. Kutipan penjelasan BPS tentang disinflasi (atau disebut deflasi jika terjadi dalam waktu panjang): "Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 0,58 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,45 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,15 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,63 persen; kelompok sandang 0,64 persen; kelompok kesehatan 0,26 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,06 persen".

Mungkin terpicu pengumuman harga Pertamax dan harga BBM di Malaysia, pada 2 Maret 2016 Faisal Basri menulis artikel dalam Kompasiana dengan judul : Perbedaan Harga BBM di Indonesia dan Malaysia Kian Melebar. Entah ada alasan lain dalam memilih perbandingan dengan Malaysia; tetapi yang perlu diperhatikan bahwa dalam membandingkan pengelolaan ekonomi dan keuangan antara Indonesia dan Malaysia; dalam depresiasi nilai tukar terhadap Dolar Amerika, mata uang Ringgit Malaysia mengalami depresiasi lebih besar daripada Rupiah (Lihat : Rupiah Tidak Harus Makin Perkasa) dan pengelolaan anggaran Malaysia tidak lebih baik daripada Indonesia (Lihat artikel : Najib Razak Asia's worst Finance Minister 2016)

Sesat Hilir Lupa Hulu

Masalah BBM yang sering menjadi kontroversi dan perdebatan utamanya pada harga konsumen. Hal ini tidak mengejutkan karena konsumsi terbesar BBM sangat berkaitan dengan transportasi khususnya kendaraan bermotor. Konsumsi masyarakat akan BBM pada kisaran 1,6 juta barel per hari; diproyeksikan menjadi 2,4 juta-2,8 juta barel per hari dalam 6 sampai 10 tahun ke depan. Dari besaran konsumsi tersebut, produksi kilang Pertamina sekitar 850 ribu barel atau hampir 55% dan lainnya merupakan BBM impor. Peningkatan kapasitas produksi BBM domestik baru akan terjadi setelah usainya revitalisasi kilang Pertamina (Dumai, Cilacap, Plaju, Balongan, Balikpapan), dan kilang baru di Bontang serta Tuban, Jawa Timur.

Berdasarkan catatan, produksi harian minyak mentah hingga akhir 2015 hanya mencapai kisaran 780 Ribu Barel, dan sebagian ada yang digunakan untuk ekspor. Secara natural, produksi minyak dari sumur akan menurun. Tanpa tambahan produksi dari sumur baru atau dari hasil pengembangan teknologi produksi (Enhanced Oil Recovery Production) produksi minyak Indonesia habis. Mengutip pakar produksi minyak Indonesia, Gde Pradnyana : "Berdasarkan perhitungan tahun 2014, dengan kuota tersebut, persediaan tersebut diprediksi akan habis dalam 11 tahun mendatang jika laju produksi minyak Indonesia konstan sebesar 800 bph". Sementara, dengan penurunan harga minyak mentah hingga USD 30-35 per barrel, kegiatan eksplorasi di Indonesia menurun sehingga proyeksi tambahan produksi pun akan semakin turun. (Baca : Eksplorasi Lambat Sebabkan Produksi Minyak RI Terus Turun).

Dengan konsumsi harian BBM setara 1,5 juta barel dan produksi sumur minyak harian 780.000 barel, Tabel-1 berikut ini memberikan gambaran beban BBM tahunan (dengan menggunakan asumsi rerata harga minyak mentah).

[caption caption="Tabel-1 : Konsumsi - Produksi - Beban Impor (Prepared by Arnold M)"]

[/caption]Penjelasan. Konsumsi harian BBM setara 1,5 Juta barel per hari sementara produksi minyak mentah per hari (akhir 2015) sebesar 780 ribu barel. Selisih produksi dan konsumsi dicatat sebagai defisit. Rerata harga minyak akhir 2015 USD 35 dan untuk selanjutnya berdasarkan asumsi. Estimasi Tahunan merupakan perkalian Defisit x Harga Rerata x 360.

Kondisi hulu dan hilir migas berkaitan yang dengan BBM mencerminkan kontradiksi tajam. Konsumsi BBM diprediksi terus naik sementara pada produksi minyak terus turun. Upaya pengendalian konsumsi BBM masyarakat belum memberikan dampak misalnya pergeseran atau perubahan perilaku dari penggunaan transportasi pribadi menjadi transportasi publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline