Lihat ke Halaman Asli

Arai Amelya

heyarai.com

Mengayuh Roda Ekonomi dari Jalanan Ibukota

Diperbarui: 1 Januari 2023   17:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pedagang Starling di Jakarta. (Foto: Arai Amelya)

"Sudah tujuh tahunan lah saya jualan gini. Ya, Alhamdulilah anak pertama sampai bisa kuliah di Jember,"

Cerita Rohim (45) terhenti sejenak saat dia menyodorkan segelas teh hangat pesananku. Kuteguk minuman itu sambil melihat jalan Thamrin yang sudah ramai, padahal belum juga pukul tujuh pagi ini.

Di sebelahku, Rohim tampak cekatan meracik pesanan minuman untuk pembeli lain di atas sepeda anginnya. Sesekali Rohim bercanda dengan logat Madura yang masih kental terdengar.

Kusodorkan selembar uang lima ribu Rupiah pada Rohim. Dia mengangguk senang lalu dijejalkan ke tas pinggul bersama lembaran uang kertas kusut lain.

Sebelum aku beranjak, Rohim membunyikan bel sepedanya yang nyaring saat rekannya sesama pedagang Starling (Starbak = penjual kopi keliling) lewat.

Aku tersenyum.

Meski kehadiran mereka tidak sementereng pegawai kantoran di Jakarta, kehidupan Starling menarik untuk dikulik. 

Rohim bahkan mengaku sedikitnya menghasilkan uang sebesar Rp250 ribu tiap hari yang artinya, omzet bulanan bermodal otot kaki itu menyentuh Rp7,5 juta.

Menjadi Starling memang bukan sesuatu yang remeh-temeh

Merdeka bahkan pernah melaporkan keberadaan kampung Starling di kawasan Prapatan Satu, Jakarta Pusat. Dengan sekitar 400 pedagang Starling bertempat tinggal di area itu, aku menggeleng membayangkan betapa kencangnya aliran uang keluar masuk di sana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline