Lihat ke Halaman Asli

Jangan Tanya Besok Mau Makan Apa!

Diperbarui: 1 Februari 2016   10:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak lama lagi segala sesuatunya bakal berubah. Orang-orang kecil di kampung halaman saya paham benar, tahun ini hujan terlambat datang, kemarau semakin panjang. Musim tanam mundur dan petani yang hanya mengandalkan alam terancam gagal panen.

Pas saya pulang kampung tempo hari, mereka mengeluh, karena ketika tanaman pangan andalan petani itu butuh guyuran hujan dengan intensitas tinggi, sang hujan justru menghilang, memupus harapan petani untuk yang kesekian. Kini, ancaman rawan pangan sudah di depan mata!

Saya tertegun mendengar cerita orang-orang kampung. Selain hujan yang telat datang, alam terkesan sangat pelit. Padi, jagung, kacang, dan tanaman pangan lain untuk cadangan di hari depan dan celengan untuk kebutuhan mereka esok menguning, merana merindu basah.

Susah mencari siapa yang salah. Kalau Tuhan murka pun mungkin tidak akan sedahsyat ini. Harian Kompas Senin, 25 Januari menulis tebal-tebal dalam headline-nya: Indonesia Sudah Terdampak Bencan Iklim. Bumi terus menghangat menuju panas. Tahun 2015 bahkan tercatat sebagai tahun terpanas bumi dengan kenaikkan 0,16-1,44 derajat Celcius dari suhu biasanya.

Hari-hari ini ketika hujan menghilang dan langit hanya dinaungi mendung, Jogja panasnya setengah mati. Para ahli menengarai, perubahan iklim berdampak pada kacaunya musim. Yang pertama-tama merasakan hal ini adalah bapak-ibu petani di kampung dan para nelayan.

Bagi Anda yang duduk manis dalam ruang ber-AC, memelototi komputer sembari curi-curi atau terang-terangan memainkan gadget mungkin belum merasakan apa yang dirasakan petani hari ini. Tetapi, sekali waktu, luangkan waktu ke Cirebon, Indramayu atau wilayah lain sentra beras Tanah Air, atau datanglah ke kampung halaman saya di Gunung Kidul sana. Rasakan desah nafas petani yang nyaris kehabisan pengharapan dan baui semangat juangnya yang terus menyala meski alam perlahan tidak lagi bersahabat.

Bersamaan dengan fenomena alam itu diprediksi bencana alam bakal semakin banyak. Ilmu ‘niteni’ milik para petani sudah tidak akan mampu lagi menerka kapan dan bulan apa kemarau atau musim penghujan bakal datang. Perubahan iklim sudah nyata-nyata mampu menjungkirbalikkan musim, mengacaukan masa tanam, hingga memundurkan musim panen, dan tak lama lagi bakal menggusur nasi di periuk-periuk di meja makan kita.

Akhirnya, ijinkan saya titip pesan kepada semua yang masih acuh dengan hal ini; Jangan bilang besok mau makan apa! Karena yang akan kita makan pun mungkin tidak ada...

Yogyakarta, awal Februari 2016.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline