Lihat ke Halaman Asli

Annisa Nurul Koesmarini

Do Good, Feel Good

Nanti Kita Cerita tentang Sahabat Saya yang Dijuluki Chef Gunung

Diperbarui: 23 Maret 2020   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Di setiap perjalanan Saya dalam melakukan pendakian, ada teman-teman yang selalu datang silih berganti menemani Saya (yang biasanya selalu sendirian). Di antara semua teman Saya, dia yang pertama kali mengajak Saya melakukan pendakian. Dia yang membangun tenda untuk bernaung ketika senja mulai memeluk. Dia yang berinisiatif mencarikan kayu besar untuk membuat tandu guna membopong teman dari kelompok lain yang mengalami hipotermia.

Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin, juga dapat didefinisikan sebagai kondisi ketika suhu tubuh manusia mengalami penurunan drastis hingga  di bawah 35 derajat Celsius yang dapat menyebabkan gagal jantung, gangguan sistem pernapasan, dan bahkan kematian. Dalam kondisi normal, suhu tubuh manusia ada di kisaran 36,5-37,5 derajat Celsius.

Dia pula yang suka ngegombalin semua pendaki cantik yang hilir mudik, dia yang selalu melucu dengan jawaban tak terduga, sedikit nyeleneh, dan out of the box-nya. Dia yang memasak perbekalan untuk seluruh anggota tim dan terkadang memasak mie yang enak untuk Saya buka puasa. Dialah salah satu sahabat terbaik Saya saat ini dalam berpetualang di gunung, yang biasa Saya juluki Chef Gunung.

Pernah suatu ketika Saya camping dengan teman-teman jilbaber ke kawah ratu, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Chef Gunung ini masak nasi liwet, sayur sop, dan sambal sereh andalannya yang disajikan dengan kertas nasi yang ditumpuk menjadi satu kesatuan. Kita makan ber-9 orang (laki-laki 2 orang dan perempuan 7 orang) dalam tenda, sebab diluar udara dingin dan hujan lumayan deras.

menikmati-nasi-liwet-terenak-ala-chef-gunung-5e7847d67a6e635748593fd3.jpg

Fixed guys itu menjadi moment makan paling terkenang sepanjang hidup Saya, sebab baru kali itu Saya makan nasi liwet terenak dengan lauk yang masih hangat, di kondisi cuaca yang dingin, dimasak dengan kompor kecil dan nasting sederhana, serta ditemani sahabat-sahabat terbaik Saya. Moment itu di dokumentasikan dengan sederhana, namun berdampak luar biasa syahdu di hati Saya. Saya sangat menikmati nikmat Tuhan yang tidak bisa saya dustakan, di malam itu.

nasi-liwet-terenak-ala-chef-gunung-5e78488fd541df7f4e6d9222.jpg

Menu makanan yang enak dan mewah saat di gunung tidak berhenti sampai situ ya guys. Itu terus berlanjut hingga ke pendakian gunung berikutnya. Prau dengan sop, pudding, dan burger yang mayonaise-nya melted di lidah Saya. Gede Pangrango dengan sop dan ikan teri sambalnya. Cikuray yang menunya ayam goreng yang sebelumnya sudah dibumbui meresap oleh dia, lengkap lalap dan sambal serehnya. Terakhir Ciremai dengan spaghetti yang rasanya tidak kalah enak dengan resto bintang lima (dimana resto bintang lima tersebut terkadang sudah pasti ada pilihan minuman wine didalam list menu book-nya).

sop-sosis-bakso-ala-chef-gunung-5e78494bd541df368374f192.jpg

Mungkin untuk next trip ke Sindoro, Sumbing, Semeru, Merbabu, Rinjani, Saya akan coba request menu Ayam/Sapi Lada Hitam favorit Saya atau Bistik Sapi dengan daging pilihan dengan tambahan Sayur Tumis Bunga Pepaya, Sop Asparagus, Es Krim Buah Pala dan penutup Pisang Bakar Gula Aren ke dia. Seddaapppp. Bisa langsung di-launching nih buat Glamping (Glamorous Camping). Haiyyaaa..

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya (salah satu kekurangannya yang paling buat Saya sebal adalah suka sekali gangguin Saya ketika akan turun gunung. Buat Saya untuk turun gunung memerlukan energi 2x lipat lebih banyak daripada ketika akan naik gunung, sebab setengah energinya Saya gunakan untuk mengatasi rasa takut Saya akan ketinggian atau orang menyebutnya Acrophobia.

Dia mungkin baik maksudnya mengajarkan Saya untuk harus kuat, namun sepertinya Saya masih perlu waktu untuk berdamai dengan rasa takut itu dan butuh treatment khusus ketika turun gunung yang terkadang membuat Saya berada di barisan paling belakang ketika turun), Saya sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, betul tidak?

Dan dengan mata yang cukup terlatih untuk selalu fokus dengan keindahan, kebaikan dan sisi positif dari setiap orang yang Saya temui, dimanapun dan kapanpun (tuntutan karir pekerjaan yang Saya geluti hampir 14 tahun, membentuk kepribadian Saya seperti itu), membuat Saya melihat banyak potensi dalam dirinya, yang mana bisa memimpin ekspedisi petualangan dalam jumlah besar sekaligus menjadi Chef Gunung yang tersohor (begitulah cara Saya memotivasi dia agar dia bisa bangkit dari keterpurukannya yang mendalam).

Saya senang ketika ada dia dalam satu tim besar, menemani dalam setiap pendakian gunung Saya. Setidaknya dengan adanya kehadiran Chef Gunung ini menjadi jaminan keamanan buat cacing-cacing di perut Saya untuk mendapatkan menu masakan enak bin mewah saat berada di ketinggian ribuan mdpl dan dalam kondisi kedinginan yang membutuhkan asupan energi dari makanan hangat. Buat Saya, apapun makanan buatan dia, asalkan hangat, pasti enak. Silahkan dibuktikan sendiri dengan lidah Anda ya guys, karena Saya tidak tanggung kalau Anda ketagihan. Hihihi...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline