Lihat ke Halaman Asli

Pancasila Relevan dengan Nilai Agama, Tak Perlu Diperdebatkan

Diperbarui: 25 Agustus 2018   13:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pancasila - http://www.nu.or.id

Lagi, disaat seluruh rakyat Indonesia memperingati hari kemerdekaan, sebagian orang justru tidak mau menghormati bendera Indonesia. Sebagian orang justru menilai pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan yang kafir. 

Begitu juga dengan dasar negara Pancasila, dinilai tidak mengakomodir kepentingan mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim. Sadar atau tidak, provokasi yang digulirkan oleh kelompok radikal semacam ini, masih terus terjadi hingga saat ini. Dampaknya adalah kebencian terhadap pemerintah terus bermunculan. Dan ketika kebencian ini terus diprovokasi, yang lahir adalah tindakan intoleran dan ancaman teror di negeri ini.

Kembali ke Pancasila, yang dianggap tidak Islami oleh kelompok radikal. Secara logika, anggapan tersebut memang sangat tidak masuk akal. Bahkan, sangat tidak benar. Apa penjelasannya? Pancasila merupakan kesepakatan bersama diantara para tokoh bangsa ketika itu. 

Dan para tokoh bangsa itu pun tidak hanya dari kalangan muslim, tapi juga dari kalangan non muslim yang lain. Karena Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi, maka dipilihlah Pancasila, agar bisa merangkul semua keberagaman tersebut. Lalu, apakah Pancasila tidak Islami? Bagi yang mengerti, Pancasila justru sangat Islami.

Jika ada pihak-pihak yang menganggap Pancasila itu kafir, semestinya mereka harus melihat sejarah. Karena kelima sila itu muncul dari sebuah diskusi dan proses dialektika yang panjang. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, juga merupakan nilai-nilai yang ada dalam budaya bangsa ini. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sebenarnya selaras dengan konsep ketauhidan dalam Islam. 

Dan sila pertama ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Tanpa campur tangan Tuhan YME, mungkin tidak akan ada kemerdekaan yang bisa dirasakan hingga saat ini.

Dalam sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab juga sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW agar senantiasa memanusiakan manusia. Tidak ada satupun perilaku dan ucapan Nabi yang tidak memuliakan manusia. Seperti yang dikelaskan dalam QS Al Isro ayat 70, "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." 

Kebetulan, para nenek moyang Indonesia juga menganjurkan saling menghormati, saling menghargai dan tolong menolong antar sesama. Budaya gotong royong merupakan bukti bahwa budaya Indonesia sangat memuliakan manusia.

Lalu, dalam sila ketiga, mengandung nilai-nilai persatuan. Seperti kita tahu, Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda. Manusia dianjurkan untuk berinteraksi dalam perbedaan itu agar saling mengenal. Jika saling mengenal, maka persatuan itu akan tercipta. 

Seperti yang dijelaskan dalam QS Al-hujurat ayat 13., "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Sila keempat mengajarkan nilai-nilai musyawarah untuk mufakat. Rasulullah SAW pun juga sering mengajarkan musyawarah. Meski Nabi sering mendapatuakn wahyu langsung dari Allah, tapi musyawarah tetap diperlukan, agar ada ruang untuk diskusi antar sesama. Ketika bisa guyub mendiskusikan tentang suatu hal, tentu akan muncul keharmonisan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline