Lihat ke Halaman Asli

Dua Produk Lokal Plus Satu Produk Impor di Pilgubsu 2018

Diperbarui: 11 Januari 2018   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Anonymous

SUMUT bergoyang. Dengan batalnya keikutsertaan sang petahana untuk berlaga di Pilgub Sumut maka menyisakan 3 calon gubernur. Adalah Letjen Edy Rahmayadi, Djarot Saiful Hidayat dan seorang bupati. Kehadiran Djarot memang fenomenal sampai membuat kubu lawan membentuk koalisi gemuk bermodalkan 60 dari 100 kursi di DPRD. Salah satunya Partai Golkar sebagai pemilik kursi terbanyak.

Sebelumnya Golkar bersama Nasdem mengusung Tengku Erry Nuradi yang sekarang masih menjabat sebagai gubernur. Akan tetapi semenjak munculnya keputusan PDIP yang mengusung Djarot di Pilgubsu mendorong partai-partai lain memutar otak. Golkar mengubah peta pencalonan dan mengalihkan dukungannya ke ER.

Kubu Nasdem juga ikut menyerah mengingat mereka kini hanya memiliki 5 dari 20 kursi yang dibutuhkan. EN sendiri mengaku sudah menerima hal tersebut dengan lapang hati. Well. Dalam hal ini beliau cukup arif dalam menilai siapa yang paling berpeluang antara dirinya dengan Edy melawan Djarot.

Sumber: detik.com

Pak Erry yang malang. Wajahnya terlihat mirip orang yang harus merelakan pujaan hatinya jatuh kepangkuan orang lain yang lebih kaya dan tampan. Sakit. EN mengaku sudah berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kendaraan politik. Namun hasil yang didapat di luar harapan dan harus dihormati. EN yang juga menjabat Ketua DPP Nasdem Wilayah Sumut harus rela ditinggal partainya dan berbalik mendukung ER. Padahal, dukungan Nasdem sudah dideklarasikan langsung oleh Ketum Nasdem Surya Paloh Desember lalu. Meski batal dicalonkan, beliau mengatakan tetap mendukung ER.

Sejak mengundurkan diri dari TNI 2 bulan yang lalu ER sudah banyak melakukan misi politik. Gerindra, PKS dan PAN menjadi koalisi pertama yang memberi dukungan. Disusul oleh Golkar dan terakhir Nasdem. Jika melihat latar belakang baik ER maupun Djarot memiliki kesamaan. Keduanya tidak pernah berkarir politik di Sumut, serta tidak mempunyai basis politik di Sumut. Bukan tokoh lokal tapi keduanya cukup populer.

Nilai lebih dimiliki ER yang merupakan orang asli Sumut. Ditambah dukungan dari petahana akan membantu karena komunikasi dengan masyarakat sudah dibangun selama menjabat. Daerah pesisir timur Sumut yang pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu akan menjadi basis suara terbesar. Khususnya wilayah Langkat, Deli Serdang dan Medan.

Meskipun Sumut merupakan salah satu basis PDIP tidak serta merta memudahkan langkah Djarot. Dimasa lalu partai ini pernah kalah dalam Pilgub Sumut tahun 2013 dengan mengusung Effendi Simbolon. Kemungkinan alasan karena beliau kurang dikenal masyarakat walaupun ia berasal dari sana. Meskipun begitu pamor Djarot sendiri cukup tinggi di Sumut. Khususnya di wilayah tengah sekitar Danau Toba yang banyak dihuni oleh Suku Batak dengan mayoritas beragama Kristen. Belum lagi mereka sudah jenuh dengan gubernur sebelumnya yang gonta-ganti berurusan dengan KPK.

Kans Djarot di Pilgubsu ini sebenarnya cukup berat. Tantangan terbesarnya adalah namanya relatif belum dikenal luas di Sumut. Berbeda dengan Jakarta di mana masyarakat sudah melek informasi. Selain itu benar bahwa ada banyak orang Jawa di Sumut, tapi tidak ada hubungan psikologis yang sangat kuat antara komunitas Jawa Sumut dan Djarot. Mereka akan lebih cenderung memilih calon yang dikenal. Apalagi Sumut, selama ini terkenal dengan rasa kedaerahannya.

Pertarungan ER dan Djarot akan menjadi pertarungan Gerindra dan PDIP. Jika keduanya dibandingkan head-to-head akan seimbang. Keduanya tidak pernah berkarir di Sumut. Beban mereka akan lebih berat karena harus memperkenalkan diri ke warga. Baik partai pengusung ER maupun Djarot harus bekerja lebih keras jika ingin calon mereka menang. ER akan berusaha untuk mengamankan suara dari basis pendukung Melayu. Sementara dari basis pendukung Jawa masih terpecah antara ER dan Djarot.

Poros ketiga yang dibentuk Demokrat dengan PKB akan menjadi kelanjutan dari Pilgub DKI. Mengusung JR Saragih, Bupati Simalungun dua periode yang juga kader Demokrat. Munculnya poros ini akan menjadikan suara dari basis pendukung Batak terpecah antara Djarot dengan JR. Pemilih Batak yang menyukai figur Djarot dan ikut menyaksikan sepak terjangnya di Jakarta akan memilih beliau. Sementara pemilih Batak yang cenderung lebih menginginkan seorang calon gubernur berdarah Batak akan memilih JR. Suara bergoyang.

Kondisi Sumut yang pernah dipimpin oleh dua gubernur terpidana korupsi membuat masyarakat menginginkan calon pemimpin yang bersih dan teruji integritasnya. Semua tergantung kepada calon gubernur mana yang berhasil meyakinkan pemilih di provinsi ini. Pada akhirnya yang keluar sebagai pemenang adalah rakyat Sumut. Bersama mari kita jaga Pilgub ini dari politik uang, isu SARA dan kampanye hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline