Lihat ke Halaman Asli

H o n d a

Diperbarui: 11 Juni 2019   03:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

succeedfeed.com

Motor bike atau motor cycle, kendaraan roda dua bermesin itu, oleh masyarakat Indonesia, akrab menyebutnya "sepeda motor". Hasil penggabungan dari dua kata, sepeda dan motor.  Tapi anehnya, sejumlah kalangan di daerah pinggiran, lebih akrab menamainya Honda. Jika menamainya sepeda motor, dianggap asing. Padahal Honda hanya sebuah merek. Lainnya, masih ada sekian merek lagi, tidak hanya Honda. Risikonya, sekalipun ia bermerek Yamaha, Zuzuki, Kawasaki atau lainnya, apapun jua pokoknya tetap saja sepeda motor adalah Honda.

Bukan karena tak tahu mengeja merek yang tertulis, Yamaha misalnya. Sebab ini bukanlah urusan merek, ini urusan nama benda sepeda motor, tetap saja dinamainya Honda. Padahal kalau mau tahu, Honda juga bukan sekadar merek, juga bukan semata nama sebuah benda. Tapi Honda, adalah nama seseorang laki-laki yang lahir, 17 November 1906, di Hamamatsu, Shizuoka, di sebuah desa terpencil yang jauh dari kebisingan kota di negeri Sakura, Jepang sana. Mantan cleaning service yang wafat di Tokyo, 05 Agustus 1991 itu, bernama Soichiro.

***

Soichiro Honda, nama selengkapnya. Dia anak sulung dari -- sembilan bersaudara -- keluarga berkehidupan sederhana. Ayahnya seorang pandai besi, Gihei Honda, ibunya bernama Mika. Honda, tak mengenyam pendidikan formal yang memadai. Nilai rapornya di bangku sekolah, sangat rendah. Prestasinya tak menonjol, biasa-biasa saja. Tapi, memiliki modal terselubung. Obsesif, pantang menyerah. Inovatif, suka pada tantangan. Usia belia 15 tahun, ia ke Tokyo sebagai cleaning service dan pengasuh anak pemilik bengkel Hart Shokai, dinilai berdedikasi.

Syahdan, ia diterima bekerja, lalu diberi kuasa mengelola kantor cabang di bengkel itu. Lagi-lagi, ia meraup pelanggan jauh melampaui pesaingnya. Bahkan ia berhasil mencipta temuan baru, pembuatan "ring piston". Untuk mengembangkan temuannya, maka di usia 28 tahun, ia memilih kembali ke bangku kuliah. Namun ia dipecat karena suka melawan dosen. "Saya sekarat dalam ruang kelas akibat lapar, tetapi saya tak diberi makan. Saya justru diceramahi bertele-tele soal manfaat makanan. Bukannya menyelesaikan bagaimana saya bisa makan".

***

"Saya kuliah bukan cari ijazah, tapi cari ilmu". Sebab itu, ia memilih kembali ke bengkel. Kata dia, lebih banyak pengetahuan saya dapat di bengkel, ketimbang kuliah hanya dijejali teori. Buktinya, ia kembali berhasil dengan temuan baru, pembuatan "velg" dengan jari-jari logam, dimana pada era 1938 itu, mobil masih menggunakan velg dari jari-jari kayu. Temuannya itu, tercatat sebagai hak patennya yang pertama di usia 30 tahun. Lalu "ring piston" temuannya diproduksi lewat badan usaha Tokai Saiki Heavy Industry, yang didirikannya. Namun gagal.

Ring piston buatan pabriknya ditolak Toyota, dinilai tidak lentur. Modal dikumpul bertahun-tahun, pun musnah. Ia sakit tapi ia tak hendak patah arang. Setelah modifikasi sana sini, ring piston diterima Toyota. Laris manis, di saat Perang Dunia II berlangsung. Ayal, pabriknya dua kali terbakar, terciprak api peperangan. Usai perang, pabrik dibenahi. Tapi sial beruntun lagi, gempa datang memporak-poranda. Butuh modal besar untuk membenahi. Jalan kian buntu,  usaha yang digagas 1937, tahun 1948 berpindah kepemilikan ke Toyota, senilai 450.000 yen.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline