Lihat ke Halaman Asli

Amiroh Untsal Asad

Bebaskan dan abadikan pemikiranmu dalam tulisan!

Menggandeng Pihak Swasta, Salah Satu Inovasi Pemberian Pendidikan Karakter Saat Daring

Diperbarui: 25 Oktober 2020   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

suara.com

Di saat pembelajaran secara daring, interaksi antara murid dan guru jelas sangat terbatas. Selain tidak ada interaksi yang kompleks dan memiliki timbal balik secara maksimal, tidak ada pula nuansa emosional antara guru dan murid untuk saling bertukar pikiran dan perasaan dalam rangka membentuk karakter murid itu sendiri. 

Dalam hal ini, guru sebagai agen penting dalam pembentukan karakter murid seakan tidak memiliki ruang untuk memberikan edukasi secara komprehensif dan efektif tentang karakter ini. Lantas, apakah murid dibiarkan begitu saja tidak mendapatkan pendidikan karakter? Apakah ada cara lain yang efektif untuk memberikan pendidikan karakter? Dan bagaimana cara tersebut dapat terealisasikan?

"Karakter merupakan fondasi utama pendidikan," ujar Muhadjir Effendy saat masih menjadi Menteri Pendidikan. Fondasi ini memiliki arti dasar atau landasan. Ibarat sebuah rumah, jika tidak memiliki fondasi yang kuat maka akan roboh dan malah menyusahkan pemiliknya. 

Sama dengan murid yang berhak mendapatkan pendidikan, pendidikan murid harus dilandasi dengan karakter yang baik, kuat, dan sesuai dengan zamannya agar kelak murid tersebut menjadi penerus bangsa yang berkualitas dan berkontribusi besar. 

Jika melihat situasi pandemi saat ini, maka dapat dilihat secara empiris atau secara fakta di lapangan bahwa karakter murid menjadi menurun. Hal ini dikarenakan karena kurangnya kontrol dari guru karena awal pembentukan karakter ini terkadang harus dipaksa terlebih dahulu agar nanti bisa terbiasa. Kedua, dikarenakan 'pressure' atau tekanan tinggi dari lingkungan. 

Misalnya dalam hal kejujuran, yakni pada saat penilaian harian atau ujian akhir, murid yang terbiasa jujur menjadi curang karena persoalan nilai. 

Atau bahkan murid yang terbiasa mencontek pun jadi semakin malas dan hanya menyalin pekerjaan temannya saja (penulis juga sama saja hehe). Nah, kalau seperti ini, perlu dipertanyakan eksistensi dari pendidikan ini. Perlu dioptimalkan lagi pengembangan karakter dari murid-murid mulai tingkatan sekolah dasar maupun PAUD sekalipun.

Kembali ke pertanyaan tadi, apakah bisa diatasi? Jelas bisa. Jika teknologi dianggap sebagai penghambat pemberian pendidikan karakter ini, maka teknologi pun bisa menjadi solusinya sekaligus. Selain itu, ada beberapa alternatif lain yang bisa menjadi inovasi bagi para guru dan pemerintah untuk mengatasi hal ini.  

1. Pemberian pendidikan karakter juga bisa diberikan secara online. Why not?

Jika pemberian materi pelajaran bisa dilakukan secara daring, maka pemberian edukasi karakter juga bisa dilakukan secara daring. Namun, pemberian materi secara daring saja masih dirasa kurang efektif, bagaimana pula jika pemberian karakter juga dilakukan secara daring, maka berpotensi tidak efektif juga. 

Nah, di sinilah inovasi dan kreativitas dari pemerintah dan guru diperlukan. Pemberian pendidikan karakter ini juga jangan dilakukan secara muluk-muluk, tetapi tidak sampai di hati siswa. Namun, cukup dilakukan intens dan sederhana saja. Misalnya, setiap siswa diwajibkan  mengucapkan maaf dan terima kasih saat bertanya dan mengucapkan terima kasih pula saat mendapatkan jawaban saat berinteraksi di grup WhatsApp. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline